Lihat ke Halaman Asli

Alifian Maulana Nanda Pradana

Mahasiswa Pascasarjana

Menyuplap Jakarta menjadi Jaya

Diperbarui: 28 Januari 2017   19:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

#BanunJakarta               

Pembangunan kota Jakarta adalah suatu hal yang bersifat kompleks, dimana secara teori banyak cara yang bisa di lakukan untuk mencapai tujuan dalam pembangunan tersebut. Namun, teori tersebut tidak semulus ketika akan menjalakan prakteknya yang penuh dengan ragam problematika. Pada satu sisi ketika pembangunan infrastruktur Jakarta dimulai pada titik itu pula ada  segelintir masyarakat yang pro dengan pembangunan kota Jakarta. 

Entah kenapa ketika kita menjumpai di televisi secara rata – rata dari tahun ke tahun ketika ada penggusuran pemukiman liar untuk dijadikan lahan baru oleh pemerintah mereka cenderung mengemukakan pendapat bahwa mereka telah bertahan di tempat tersebut selama puluhan tahun. Padahal, jika di amati dengan seksama perekonomian di pemukiman liar tersebut tidak kunjung membaik malah dapat dibilang stagnan. Alasan tersebut bisa jadi adalah untuk meminta ganti rugi kepada pemerintah tanpa bekerja karena kebanyakan dari pemukiman tersebut pendatang baru yang tidak memiliki pekerjaan.

Melihat dari persoalan ini perlunya ekstra hati – hati ketika menyentuh sentimen perbedaan kepentingan yang memang harus dikelola secara positif. Bila diibaratkan Jakarta itu hutan sedangkan para penghuninya adalah harimau. Bagian yang paling dibutuhkan dari harimau adalah kebijaksanaan dalam menata nilai – nilai, norma dan aturan sosial baik secara individu maupun golongan dibutuhkan manajemen hati dan kedewasaan diri yang cukup baik untuk menyikapi . 

Karena bila tidak kita akan termakan bagian gelap dari harimau yakni serakah dan akan memangsa satu sama lain ketika tidak ada kedua poin yang telah disebutkan tadi. Untuk menata pembangunan Jakarta hendaknya dimulai dari sesuatu kecil yang jarang orang melihatnya yakni kebaikan. Meskipun perspektif orang berbeda beda dalam hal kebaikan.

Selanjutnya, ketika kerangka berfikir masyarakat sudah sejalan dengan pemerintah untuk membangun Jakarta lebih baik kedepannya  dengan mengedepankan komunikasi berbasis pancasila sila ke empat yang berbunyi, “Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.” . Pemerintah mengajak kerjasama masyarakat yang kooperatif dan memahami secara mendalam tentang bidang yang akan dibangun oleh pemerintah Jakarta untuk mencapai konsensus yang sesuai dengan tujuan. 

Memang tidaklah mudah dari sekian banyak masyarakat Jakarta yang memiliki jumlah populasi terbanyak pertama di Indonesia sebagai ibukota Negara. Solusi yang tepat pasca pembenahan dari perorangan yang dilakukan oleh pihak keluarga dan lingkungan sekitar yang memiliki pengaruh sebagai bentuk informal sebaiknya tetap dilakukan pemebenahan kesadaran secara formal melului segi edukasi atau pendidikan.

Sehingga pada akhirnya orang orang awam bisa mengetahui bahwa pemerintah yang dulunya berusaha mengentaskan kemiskinan dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) maupun sembako adalah tindakan yang dapat di bilang kurang tepat karena dari faktanya pengangguran dan kemiskinan justru tidak berkurang malah bertambang banyak akibat dependensi masyarakat terhadap welas asih pemerintah yang entah disalah gunakan atau kurang memahami secara betul betul tentang kebijakan pemerintah yang sifatnya semacam itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline