Nama: Nur Luthfia Kasturi
NIM: 042111433048
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Prodi Ekonomi Islam
Hubungan Antara Fintech Syariah dengan Maqashid Syariah
Pada dasarnya akad yang terdapat dalam Fintech tidak bertentangan selagi tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Selain itu, Fintech Merujuk kepada salah satu asas muamalah yaitu an-taradhin yang memiliki arti saling ridho diantara kedua belah pihak. Atas dasar inilah akad atau transaksi yang terjadi diantara kedua belah pihak menjadi sah.
Berbeda dengan lembaga keuangan konvensional, lembaga keuangan syariah harus mendasari operasionalnya dengan prinsip syariah yakni pelarangan atas riba, gharar dan maysir sehingga lebih menekankan kepada sistem bagi hasil (profit and loss sharing) sebagai penggantinya.
Para pakar muslim sudah banyak yang menjelaskan bahwa landasan bunga (interest) sangat dilarang karena dapat menimbulkan terjadinya ketidakadilan (injustice) dalam tatanan ekonomi masyarakat.
Sebaliknya, lembaga ekonomi syariah secara konsepsional didasarkan atas prinsip kemitraan berdasarkan kesetaraan (equity) keadilan fairness), kejujuran (transparan), dan hanya mencari keuntungan yang halal semata (falah oriented). Kenyamanan yang diberikan atas transaksi melalui Fintech Berbasis syariah tidak lepas dari karakteristik bisnis syariah yang bersandar kepada pondasi ekonomi syariah yaitu ketuhanan (ilahiah), keadilan (al-adl), kenabian (an-nubuwwah), pemerintahan (al-khilafah), dan hasil (ma’ad).
Akad Fintech Syariah
Berbeda dengan fintech konvensional, fintech syariah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam, seperti larangan bunga atau riba, skema akad, tidak dilakukan dengan cara penipuan (gharar), tidak memberikan mudharat pada penggunanya, dan harus ada kejelasan antara pembeli dan penjual. Fintech syariah menerapkan dua skema akad, yaitu: