"Saya minta pamfletnya , saya akan bagi ke rumah-rumah disini" ucap Sandiaga Uno selaku Wagub DKI Jakarta saat acara Sosialisasi penggunaan air perpipaan dirumahnya di bilangan Senopati, Kebayoran baru (21/03/18).
Sandiaga resmi menjadi pelanggan PT. PALYJA yang merupakan Operator penyedia dan pelayanan air bersih yang menjadi mitra dari PAM JAYA untuk membuktikan keseriusannya dalam upaya menghentikan pemakaian air tanah yang dimulai dari rumahnya sendiri. Tak hanya itu Sandiaga bahkan memotong pipa air tanah yang ada di rumahnya didepan para tamu undangan dan wartawan yang hadir.
Seperti yang dipaparkan dalam Sosialisasi, dampak yang terjadi akibat eksploitasi air tanah berlebihan memang sangat mengkhawatirkan. Penurunan permukaan tanah dapat menyebabkan longsor dan banjir sehingga mengancam keselamatan kita kapan saja. Namun terbersit dalam pikiranku, untuk beralih dari air tanah apakah PAM JAYA bersama mitra kerjanya yaitu PT. PALYJA dan PT. AETRA mampu menyokong kebutuhan air bersih kita semua warga yang tinggal di DKI Jakarta.
Berita tentang sosialisasi penggunaan air perpipaan (21/03/18) di akun media sosial pribadi milik Sandiaga Uno pun dibanjiri keluhan warga, baik yang belum dan telah mejadi Pelanggan air PAM. Keluhan tersebut diantaranya air PAM bau kaporit , air PAM kotor , air PAM keluar kecil , air PAM Mahal, bahkan ada yang mengeluhkan ingin menjadi Pelanggan namun ditolak karena alasan tidak ada suplai.
Keluhan tersebut akhirnya menjawab pertanyaanku sendiri tentang kemampuan mereka. Lantas salah siapa? Apakah salah pemerintah? Ataukah salah PAM Jaya dan Operator penyedianya? Atau jangan-jangan salah ini bermula dari kita sebagai warga yang tinggal di DKI Jakarta?
Untuk urusan air yang memang kebutuhan sehari-hari kita, aku pikir tidak cukup hanya dengan peran pemerintah dan Operatornya, kita sebagai warga harus mendukung dengan tindakan nyata walaupun dimulai dari hal kecil.
Bila kita ingin medukung kegiatan program penggunaan air perpipaan dan stop penggunaan air tanah, tidak ada salahnya bila kita mulai menjaga kebersihan sungai-sungai di Jakarta yang merupakan salah satu sumber air baku.
Aku mencoba mengingat bagaimana mengenaskannya kondisi salah satu sungai yang pernah aku lewati di Jakarta, bau, keruh, dan kulihat banyak sampah bergentayangan. Sungai tersebut berada di sepanjang jalan yang disebut bongkaran. Aku tidak tau nama jalan itu apa namun jalan itu merupakan jalan tembusan dari Roxy menuju Karet. Lebar sungai makin menyempit karena sampah membentuk beberapa gugusan pulau-pulau.
Jujur aku pernah dibentak hanya karena menanyakan kepada salah satu warga yang melintasi jalan tersebut ketika melempar bungkusan kresek hitam ke sungai. Rasanya malu juga guys... aku jadi merasa anak yang paling nyebelin se-dunia. Dalam kondisi seperti itu, akhirnya aku mulai berpikir apatis tentang sungai kita yang dicemari. Teman- teman pernah ada yang merasa seperti itu juga kah ? Syukurnya pemerintah sudah bertindak, beberapa minggu lalu ku lihat sudah dilakukan pengerukan sampah di sungai tersebut. Semoga tetap kita jaga kebersihannya ya!
Pembelajaran yang bisa ku ambil dari pengalamanku sendiri melihat kondisi salah satu sungai Jakarta dan ikut sosialisasi air perpipaan adalah, mustahil kita bisa mendapat air PAM yang murah , lancar dan minim bau kaporit bila sungai yang merupakan salah satu sumber air baku tidak kita jaga, malah kita cemari tanpa henti hingga memperumit proses penjernihannya. Semoga dengan adanya program penggunaan air perpipaan, pemerintah dapat secara konsisten melakukan perbaikan dari hulu ke hilir.
So... mari sama-sama berbenah diri untuk masa depan pasokan air kita. Buat teman-teman yang rumahnya sudah terdistribusi air PAM dengan suplai lancar bisa memulai gerakan "Stop penggunaan air tanahnya" dari sekarang . Untuk yang belum terealisasi karena keterbatasan suplai menurut aku kita bisa membuat sumur resapan untuk menampung air hujan masuk ke tanah, jadi kita tidak hanya mengambil air tanah tapi kita juga mengisinya kembali.