Oleh: Feyzha Thahaara Wahiy
Mahasiswa Sosiologi B FIS UNJ'2021
PENDAHULUAN
Dampak dari mewabahnya virus covid-19 di seluruh dunia telah menjangkau semua sektor kehidupan bernegara, tanpa terkecuali bidang pendidikan. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi respons pemerintah dalam menghadapi pandemi covid-19, karena sekolah dinilai menjadi salah satu media yang berpotensi memperluas penyebaran covid-19 yang menciptakan kerumunan dan interaksi secara langsung dalam jarak dekat. Klaim pemerintah mengatakan bahwa kebijakan tersebut dipilih agar proses pembelajaran dan regenerasi pendidikan dalam negeri dapat terus berjalan. Namun, untuk masyarakat yang tinggal di wilayah luar Pulau Jawa, utamanya di wilayah terpencil, kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini justru dinilai berisiko menghambat atau bahkan menghentikan proses pembelajaran bagi para siswa. Hal tersebut didukung oleh isu keterbatasan akses internet di beberapa wilayah terpencil di Indonesia, dan juga asumsi bahwa akan ada biaya lebih yang harus dikeluarkan setiap siswa untuk mendukung Pembelajaran Jarak Jauh tersebut yang berbasis daring.
Berdasarkan gambaran tersebut, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) memang bisa dijadikan pilihan terkait kontinuitas regenerasi pendidikan bangsa. Namun, kebijakan tersebut juga tidak serta merta mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, mengingat beragamnya karakteristik serta kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat Indonesia. Sehingga, hal tersebut berpotensi meningkatkan ketimpangan pendidikan di Indonesia, yang kontrasnya bisa dilihat antara pendidikan di wilayah perkotaan dan pendidikan di wilayah pedesaan.
PEMBAHASAN
Faktor-faktor Penyebab Ketimpangan Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19
Ketimpangan pendidikan di Indonesia, khususnya di masa pandemi covid-19 ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun utamanya, penyebab ketimpangan pendidikan tersebut dipicu oleh tidak meratanya pembangunan di Indonesia. Pembangunan jaringan listrik dan komunikasi nyatanya belum menyentuh seluruh wilayah di Indonesia. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap efektif atau tidaknya kebijakan baru atau kebijakan adaptasi di era pandemi covid-19 ini, yakni Pembelajaran Jarak Jauh. Kontras pembangunan jaringan listrik dan internet yang signifikan antara wilayah Pulau Jawa dengan wilayah di luarnya―Kabupaten Sijunjung, contohnya― menjadi salah satu penyebab utama terjadinya ketimpangan pendidikan di Indonesia pada masa pandemi covid-19. Di wilayah terpencil, akses listrik atau internet biasanya hanya ada di daerah pusat pemerintahan seperti kecamatan. Sedangkan, untuk menuju tempat tersebut siswa tetap harus mengeluarkan biaya. Belum lagi jika akses jalan menuju kantor atau pusat kecamatan tidak layak untuk dilalui oleh para siswa.
Kesulitan menentukan metode pembelajaran oleh tenaga pengajar dan peserta didik dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini juga menjadi satu persoalan lain, mengingat tidak semua siswa dan guru melek teknologi serta paham bagaimana cara menggunakan platform pembelajaran online. Ditambah lagi, terjadi pula perubahan sistem pendidikan yang cukup signifikan, seperti penghapusan Ujian Nasional, perubahan regulasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan perubahan sistem pembelajaran lainnya yang menyesuaikan dengan situasi kondisi pada masa darurat penyebaran virus covid-19 ini. Menanggapi perubahan tersebut tentu dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk guru serta murid dapat beradaptasi lagi dengan skema pendidikan yang demikian.
Selain tidak semua tenaga pengajar dan peserta didik mampu beradaptasi dengan metode pembelajaran ini, tidak semua pula sekolah atau siswa memiliki fasilitas yang layak dalam mendukung proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tersebut. Pembelajaran jenis ini merupakan pembelajaran daring yang membutuhkan perangkat seperti smartphone atau laptop. Menilik tingkat kemiskinan di Indonesia, sekiranya sudah jelas bahwa tidak semua lapisan masyarakat mampu mengakomodasikannya. Akhirnya bagaimana? Akhirnya banyak orang tua yang terpaksa membeli smartphone atau laptop dengan cara menyicil di tengah himpitan kesulitan ekonomi, atau lebih parahnya muncul siswa-siswa yang lebih memutuskan untuk berhenti sekolah karena tidak sanggup mengikuti proses pembelajaran berbasis online.
Solusi Mengatasi Ketimpangan Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19
Solusi dalam mengatasi isu ketimpangan pendidikan di era pandemi covid-19 ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan serta kualitas sumber daya manusia sebagai bekal tenaga pengajar yang terampil. Peningkatan kualitas pendidikan tersebut meliputi perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan fasilitas kesehatan, dan pemberdayaaan kelompok masyarakat, seperti menyampaikan penyuluhan atau pengarahan pada masyarakat. Kondisi ketertinggalan di wilayah-wilayah terpencil, terutama di luar Pulau Jawa tersebut mendukung alasan diperlukannya percepatan pembangunan. Solusi jangka pendeknya, pemerintah bisa menyediakan sarana prasarana darurat seperti wifi gratis di tempat yang lebih mudah untuk dijangkau masyarakat, seperti kantor RW atau tempat pusat kegiatan masyarakat lainnya―yang tentunya tetap dengan pengawasan dan disesuaikan dengan protokol kesehatan yang ada. Yang kemudian realisasi kebijakan tersebut juga bisa dibarengi dengan instalasi pembangunan tower penangkap sinyal di wilayah tak terjangkau listrik.
Sekolah juga harus tetap memberikan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan kurikulum, dengan menyesuaikan kondisi darurat masa pandemi covid-19 ini. Dan di saat yang bersamaan, peran orang tua sangat penting dalam mendukung serta mengawasi anak pada proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini karena proses belajar tersebut pada dasarnya terjadi dan berlangsung di rumah, di mana orang tua memegang kendali penuh atas anak-anaknya.
PENUTUP
Kesimpulan
Dampak negatif dari kebijakan penutupan sekolah selama pandemi covid-19 dan penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai gantinya cenderung lebih dirasakan oleh siswa yang tinggal di wilayah terpencil, terutama di luar Pulau Jawa. Pada umumnya, siswa yang tinggal di luar Pulau Jawa berada pada lingkungan dengan jaringan listrik dan komunikasi (termasuk internet) yang kurang mendukung, sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya ketimpangan dalam sektor pendidikan dengan siswa yang berada di Pulau Jawa. Solusi dalam menyelesaikan ketimpangan pendidikan tersebut memerlukan perencanaan sosial yang di dalamnya terlibat berbagai pihak, baik itu pemerintah, sekolah, maupun orang tua. Di mana pemerintah menjadi pihak terdepan yang harus mampu mewujudkan keadilan sosial tanpa adanya ketimpangan di sektor apapun. Hal ini didukung oleh prisip bahwa pada dasarnya perencanaan sosial dibentuk atas dasar prinsip-prinsip kesetaraan, kesamaan akses, partisipasi, dan hak yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan kesejahteraan masyarakat.
Referensi
Bima, L. (2020). Analisis Awal Terhadap Faktor Pendorong Ketimpangan dalam Pembelajaran Jarak Jauh di Tingkat Sekolah Dasar. CATATAN ISU SMERU.
Rudagi, R., & Siska, F. (2021). Analisis Ketimpangan Pendidikan pada Masa Covid-19 di Nagari Sisawah Kabupaten Sijunjung. JURNAL PENDIDIKAN SOSIAL DAN BUDAYA, 3(1).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H