Ketika saya liburan ke Indonesia, saya suka banget naik KRL. Walau kadang berdesakan bahkan duduk di lantai. Terutama kereta dari arah Tanah Abang menuju Serpong di sore hari. Seru banget duduk deprok bareng ibu ibu sambil ngobrol ngalor dan ngidul.
Sebagai warga negara Indonesia, saya pribadi setuju jika tarif KRL naik , asal kenaikannya masuk di akal. Namun saya tidak setuju jika diberlakukan tarif antara si kaya dan simiskin. Itu bukan solusi terbaik. Bagaimana cara mengetahui kemampuan financial seseorang?
Nanti sikaya yang merasa membayar lebih mahal maunya mendapat tempat duduk tak mau berdiri. Simiskin tidak boleh komplain. Saya perhatikan tarif sama rata saja banyak manusia tidak punya rasa empathy kepada sesama penumpang lansia dan ibu2 hamil. Apalagi jika dibeda bedakan.
Pastilah orang orang Indonesia yang culas dan tak tahu malu akal liciknya seribu satu. Selalu ada cara untuk mendapatkan tarif orang miskin meskipun dia orang kaya. Masih ingatkah berapa banyak orang mampu, rumah keren tanpa malu menerima BLT?
Saran saya sbb :
- Tarif sama rata bagi penumpang umum.
- Tarif 50% ebih murah bagi pelajar dan mahasiswa
- Gratis bagi penumpang lansia pada jam tertentu dan hari libur.
Tanpa subsidi maka tarif KRL Rp. 10 ribu sampai Rp. 15 ribu sekali perjalanan. Untung mengurangi beban pemerintah, maka kenaikan yang pantas menurut saya adalah Rp. 5000 untuk 25 km pertama dan Rp. 3000 untuk 10 km berikutanya. Mau miskin atau kaya sama rata.
Menurut berita yang saya baca di sini , Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan tak akan ada kenaikan tarif untuk tahun 2023. Pak Menteri juga akan menggunakan data dari Kemendagri untuk mengetahui penumpang yang dianggap mampu secara financial atau tidak. Kita lihat saja penerapannya nanti bagaimana.
Perth, 4 Januari 2023
Fey Down
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H