Lihat ke Halaman Asli

★彡 𝐅𝐞𝐲 𝐃𝐨𝐰𝐧 彡★

TERVERIFIKASI

Anti Scam Activist - Pemerhati - Penulis - IG @feydownwsc_official

Debt Collector Kartu Kredit Memaki Ibuku

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa ini terjadi dua tahun lalu, ibuku yang sudah sepuh (78) dimaki  maki debt collector hanya  karena adikku pakai alamat beliau untuk apply kartu kredit dan tagihannya macet. Beliau sampai ketakutan karena ngga tahu masalahnya tapi diancam barang barang yang ada di rumah mau disita. Diganggu siang malam dengan telpon ancaman.  Saya ngga tahu peraturan  debt collector  kartu kredit sekarang ini, mungkin ada perubahan setelah kematian korban debt collector di salah satu bank ternama.

Sepanjang pengetahuan saya, mereka yang nawarin  kartu kredit   manis2 banget tutur bahasanya, tapi kalau telat bayar dan macet, maka teror telpon akan datang bertubi-tubi. Isinya makian dan ancaman. Itulah yang di alami ibu saya yang sudah tua renta, yang tak pernah berhutang selama hidupnya apalagi kenal  kartu kredit.

Ketika saya berlibur ke Indonesia tahun 2012 bersama suami, maka hal pertama yang kami lakukan adalah mengunjungi ibu tercinta. Sesampainya di sana , tiba2 ibu saya menangis dan cerita  beliau di teror oleh debt collector  hampir setiap hari. Lho koq bisa? Ternyata adik saya, A dan istrinya K pernah apply kartu kredit dan mereka menggunakan alamat ibu saya. Ya namanya seorang ibu, anak mau pinjam alamat masa ngga di kasih, hanya beliau waktu itu tak ngerti untuk apa.

Usia ibu saya saat itu 76 tahun,  di teror debt collector  ya jelas ketakutan dan gemetar. Padahal  sudah dijelaskan kalau beliau tak tahu apa apa, tapi tetap aja mereka mengancam akan datang ke rumah ibu saya untuk mengambil barang2 yang ada. Memaki ibu saya yang bukan pemakai kartu kredit  sungguh sangat tidak sopan. Sejak itu beliau  takut angkat telpon, untung pembantu kami berani menjawab dengan galak, tapi tetap saja akhirnya mereka datang dan menggedor2 pintu rumah seolah ibu yang punya hutang.

Tak  terima ibu di perlakukan seperti itu, sayapun mengambil tindakan tapi dengan cara yang benar.  Pertama saya suruh adik adik saya bicara pada A dan K tentang debt collector yang mengganggu ibu. Adik2 yang lain emosi ibu kami di bentak bentak, maka mereka pun jadi emosi kepada  A dan K , jadilah "perang saudara".

Sebagai anak sulung saya pun turun tangan dan bicara baik baik pada A dan K. Saya berusaha mendengarkan dulu uneg uneg  mereka dan kenapa  tak membayar tagihan. Mungkin mereka juga bingung ternyata tagihannya sangat besar, ya pastilah bunga  kartu kredit kan beranak, bercucu dan bercicit.   Lalu saya ceritakan  gimana ibu kami ketakutan dsb. Dengan tegas tapi halus saya bilang, jika urusan ini tak segera diselesaikan, maka jangan salahkan kakakmu ini yang akan menulis email, telpon atau datang ke kedutaan tempat adikku A bekerja.  Saya tak peduli kalian mau punya kartu kredit 1000 tapi jangan pernah lagi pakai alamat ibu  kita. Akhirnya mereka mengerti.

Dengan di dampingi pengacara, maka diadakan pertemuan di rumah  ibu kami. Disana berkumpul debt Collector , A dan K , saya waktu itu sudah kembali ke Australia. Si penagih yang  galak2 langsung  minta maaf pada ibu saya. Akhirnya ditemukan kesepakatan. Sejak itu tak ada lagi yang mengganggu ibuku.  Wanti wanti saya pesan pada ibu, kalau ada yang konfirmasi soal alamat, tanya buat apa, kalau untuk kartu kredit jangan diladenin.

Kadang kita merasa bangga kalau kartu kredit berderet di dompet, padahal semakin banyak kartu kredit, semakin mahal iuran tahunannya plus bunga jika telat membayar. Jangan heran jika banyak yang sampai menjual apa saja yang ada untuk melunasi kartu kredit.

Sebenarnya tak ada yang salah punya kartu kredit yang penting digunakan dengan bijaksana untuk hal hal urgent, bukan untuk memenuhi nafsu belanja. Punya 1 sudah cukup dengan record pembayaran yang bagus, maka otomatis limit nya akan di naikan.

Sebaliknya jika  kartu kredit untuk hal hal konsumtif ya pantas aja ada istilah kartu kredit enak  pakainya,  nyesek bayarnya dan ngilu ditagihnya. Salah satu korbannya ibu saya  yang tak bersalah  tapi dimaki maki debt collector. Mudah mudahan di Indonesia tak ada lagi penagihan kartu kredit dengan cara kasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline