Indonesia telah 4 bulan mengalami Pandemi akibat Coronavirus Disease-19 (COVID-19), dan selama pandemi tersebut memunculkan berbagai banyak efek terhadap bermacam-maca sudut pandang, yaitu: sudut pandang Kesehatan, Sosial, Pendidikan, dan Ekonomi. Pemerintah Indonesia memilih untuk melakukan semi lockdown atau dikenal dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Hal tersebut menurut hemat pikiran saya adalah bagus, sebab Pemerintah memilih jalan tersebut karena memperhatikan kehidupan ekonomi yang harus terus berjalan di tengah pandemi COVID-19. Kurang lebih selama satu atau dua bulan, Pemerintah melakukan program PSBB tersebut, dan tepatnya di sekitar bulan Juni sampai dengan saat ini telah terjadi sedikit pelonggaran terhadap kebijakan PSBB tersebut dengan dalih saat ini sedang memasuki tahap New Normal atau tahap adaptasi normal baru.
Pelonggaran PSBB tersebut boleh saja dilakukan, namun untuk pelonggaran terhadap segala macam jenis hal yang berhubungan dengan protokol kesehatan, saya sepenuhnya tidak setuju sebab untuk mendukung tercapainya normal baru atau tahap new normal diperlukan nilai ambang batas minimum, yang salah satunya adalah angka Reproductive Number (Ro). Angka Ro tersebut sangat penting di dalam mencerminkan apakah suatu wabah penyakit dapat tergolong ke dalam keadaan "Pandemi", "Epidemi", atau tidak berbahaya.
Mengingat seperti teori-teori yang telah disebutkan bahwa COVID-19 memiliki nilai Ro sekitar 2,2 yang berarti bahwa satu orang pasien atau orang yang termasuk ke dalam kategori kontak erat, terkonfirmasi tanpa gejala, terkonfirmasi melalui uji swab dan uji rapid test, tersebut dapat menularkan COVID-19 dari satu orang ke orang lainnya baik pada saat gejala tersebut belum muncul, tengah muncul, ataupun sudah muncul.
Teori lain yang menyatakan bahwa proses transmisi COVID-19 yang utama adalah melalui droplet, splatter, bioaerosol, dan melalui droplet nulcei di mana kesemua bentuk tersebut tetap dihasilkan sekalipun orang tersebut sehat. Orang yang sehat aja tetap mengeluarkan kesemua produk tersebut, apalagi orang yang memiliki gejala atau suspek COVID-19, betapa bahayanya hal tersebut bila pelanggaran dan pelonggaran terhadap protokol kesehatan jika dibiarkan terus menerus terjadi.
Jujur, saya sangat menyanyangkan apabila melihat ada yang beraktivitas di luar rumah tanpa menggunakan masker dan pelanggaran terhadap segala bentuk jenis protokol kesehatan lainnya. Apakah kita tidak kasihan terhadap para tenaga kesehatan (nakes) yang terus menerus berusaha untuk mengobati dan merawat orang yang mengalami ataupun terkonfirmasi gejala COVID-19?
Menurut hemat saya, pelonggaran terhadap PSBB saya masih dapat mentoleransi, sebab dengan adanya PSBB suatu wilayah dapat digambarkan seperti kota mati dan terjadi peningkatan tindak pidana kesehatan yang semakin tinggi. Sehingga untuk menghindari hal tersebut saya tidak mempermasalahkan jika PSBB tersebut dilonggarkan. Namun, hemat pikiran saya adalah pada orang yang terlibat di dalamnya. Tolong untuk mengerti dan menghargai tenaga paramedis yang saat ini sedang berada di garda paling depan dalam melawan COVID-19.
Tidakkah kita kasihan terhadap pendidikan anak-cucu-keponakan kita di masa Pandemi COVID-19 tersebut yang mau tidak mau harus belajar dengan menggunakan metode daring? Sesungguhnya perang melawan COVID-19 tidak akan pernah berakhir jika tidak diikuti oleh kepatuhan dari warga masyarakat untuk tetap selalu menjaga dan menerapkan protokol kesehatan. Menurut saya, hal tersebut adalah hal yang paling mutlak untuk kita segera dapat memutus transmisi COVID-19 ini.
Atau jika pelonggaran PSBB tersebut menuai kontra dari sebagian kalangan tenaga kesehatan, maka pelonggaran PSBB tersebut dapat sedikit ditunda dengan mengamati beberapa hal yang dapat diamati pada daerah sekeliling, seperti: mengamati nilai Ro dan tingkat kepatuhan dari masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.
Pelonggaran terhadap PSBB menurut saya aman, asalkan tetap diikuti dengan protokol kesehatan yang ketat seperti menggunakan masker, menjaga jarak aman (social/physical distancing) yang mutlak harus dilaksanakan dengan tanpa kompromi.
Sekalipun PSBB dilaksanakan kembali tanpa diikuti oleh penerapan pelaksanaan protokol kesehatan dengan ketat menurut saya hal tersebut tetap percuma sebab pola transmisi COVID-19 berdasakran beberapa konsep yang ada yang salah satunya adalah melalui droplet, splatter, bioaerosol, dan droplet nuclei yang kesemua tersebut hanya dapat diatasi dengan menerapkan kebijakan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin yang mutlak harus dilakukan oleh semua orang tanpa memandang bulu. Hal tersebut merupakan satu-satunya cara yang dapat digunakan di dalam memutus mata rantai penularan dan transmisi COVID-19.