Lihat ke Halaman Asli

Fery Nurdiansyah

Adil Sejak Dalam Pikiran

Ironi Sistem Pendidikan Meretas Angan Anak Bangsa

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13291278419074305

[caption id="attachment_160901" align="alignright" width="300" caption="Tradisi para pelajar di indonesia"][/caption] Oleh : Fery nurdiansyah

Sejalan dengan perkembangan yang terjadi di kehidupan masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu, perkembangan pendidikan terus mengalami kemajuan, perkembangan kemajuan itu makin dipacu oleh mimpi para pelajar yang mampu menerobos batas ruang dan waktu.

Angan-angan mereka akan diraih melalui gambaran melalui mimpi ataupun tujuan para pelajar. Keinginan kuat untuk menjadi seorang yang lebih baik, membuat mimpi para pelajar ini seakan-akan seperti seekor macan yang tidak makan berminggu-mingggu. Patokan-patokan yang di buat pemerintah terhadap sistem pendidikan membuat mimpi para pelajar bisa saja terhenti. Ini menjadi suatu pandangan yang dapat merubah mimpi seorang murid menjadi pesimis akan mimpinya. Para pelajar biasanya hanya bisa pasif terhadap pelajaran yang menurutnya tidak mengasyikan, ini terjadi kerena kurangnya kesadaran mereka yang dipesonakan oleh sesuatu, sehingga kesadaran ini tidak lagi kritis, tumpul.

Begitu sangat mulianya mimpi anak-anak Indonesia, mereka mengikuti sekolah yang aturannya dibuat oleh pemerintah, tak ubahnya kerangkeng penjara yang menindas para murid. Mereka harus menjadi sosok yang selalu patuh, nurut dan taat pada perintah. Imbasnya, mereka akan menjadi sosok mekanis yang kehilangan sikap kreatif dan mandiri. Mereka belum terbebas sepenuhnya dari suasana keterpasungan dan penindasan, yang lebih mencemaskan, dunia persekolahan kita dinilai hanya menjadi milik anak-anak orang kaya.

Usai menuntut ilmu, mereka menjadi penindas-penindas baru sebagai efek domino dari proses dan sistem yang selama ini mereka dapatkan di sekolah. Sungguh sangat beralasan jika banyak pengamat pendidikan yang menilai bahwa dunia persekolahan kita selama ini hanya melahirkan kaum penindas. Sementara itu, anak-anak dari kalangan masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki akses terhadap dunia pendidikan hanya akan menjadi kacung dan kaum tertindas.

Kontinuitas dalam belajar menjadikan kita peka terhadap sesuatu, kepekaan bisa ini menjadi modal untuk meraih mimpi. Kerja keras, tekun, jujur, tidak putus asa, biasanya menjadi salah satu usaha dari seorang murid yang ingin mencari ilmu demi tercapainya cita-cita.

Pemerintah memang sudah memberikan kurikullum pendidikan yang baik, namun menjadi tidak relevan seandainya kurikullum pendidikan itu membatasi bakat yang seyogyanya memberikan pemahaman lebih untuk berkembangnya pemikiran-pemikiran kritis dan kreatif.

***

Penyelenggaraan pendidikan pada undang-undang no. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional rupanya masih ada diskriminasi pada sistem pendidikan di negara ini, sistem pendidikan nasional seharusnya mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu sumber daya manusia dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global, ternyata tidak mampu menjawab semua itu.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab ini sesuai dengan pasal 3 uu no 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.

Sering sekali kala pemilu para calon legislatif, saya mendengar adanya visi dan misi tentang pendidikan gratis, akan tetapi pada kenyataanya tak berkata demikian, mereka hanya mempesonakan sesuatu kepada masyarakat Indonesia agar memilih para calon legislatif itu, padahal yang terjadi pada pendidikan di negeri ini sangat ironis sekali. Peranan pendidikan harus di imbangi dengan pendidikan alternative, sebab, pendidikan alternative tak hanya sebagai pengembangan bakat ataupun menggali potensi, akan tetapi permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar kita dapat dipahami dan diselesaikan.

Perpaduan ini dapat mempertegas eksistensi pendidikan alternatif disamping menjadi wadah terbuka yang mempunyai idealisme dan berprespektif transedental (berhubungan dengan Ketuhanan), agar para pelajar dapat melakukan ide kritis, evaluative, dan edukatif, sehingga praktek-pratek tirani dapat dihindarkan dalam komunitasnya.

Persoalan klise berkaitan dengan sekolah, seperti gedung yang ambruk, kelas yang rusak, SPP yang mahal, gurunya kurang dan masih banyak persoalan lainnya, sementara itu di sektor pendidikan disinyalir merupakan tempat yang rawan penyelewengan dana. Memang ironis dan menyedihkan, jika pendidikan bertujuan untuk meninggikan kualitas manusia sehingga tercipta masyarakat yang positif, produktif dan bertakwa. Nampaknya dunia pendidikan di negeri ini jauh meninggalkan tujuan itu.

Eksistensi pendidikan formal sudah menjalar diberbagai sudut daerah di Indonesia, lalu tak kalah pula eksistensi dari pendidikan alternatif melebihi pendidikan formal yang unggul dari berbagai aspek, seperti, membuat para pelajar mengerti masalah disekitarnya, berfikir kritis, kreatif, dan meningkatkan dinamika berfikir dengan memberikan informasi yang tidak hanya membuat orang yang tidak tahu menjadi tahu, tidak sekedar membuat orang yang tidak peduli menjadi peduli namun sampai pada tatanan membuat orang yang diam menjadi bergerak untuk membuat perubahan yang positif. Namun kekurangan dari pendidikan alternatif ialah legalitasnya tidak diakui oleh pemerintah.

Diskriminasi penerapan pendidikan pada pelajar penyandang cacat (kecuali autis) dengan pelajar yang normal sangat dibedakan sekali, apakah harus membeda-bedakan pendidikan mereka?, padahal sistem pendidikan di negara ini bertujuan untuk mengembangkan potensi sumber daya manusianya, lalu bagaimana dengan mereka? Sehingga siswa tidak lagi bebas dalam berfikir maupun berkreasi dikarenakan kurikullum pendidikan yang memagari keinginan siswanya

Sekolah, Paulo Freire, dan Pendidikan Alternatif » Catatan Sawali Tuhusetya.htm Undang-undang sistem pendidikan nasional. Maksimalkan Pendidikan Alternatif artikel Artikel Pustaka Nilna _ Kumpulan Artikel.htm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline