Hampir seluruh masyarakat mungkin sudah akrab dengan Materai benda tipis terbuat dari kertas serupa prangko yang dijual di kantor pos atau toko toko alat tulis atau sekarang di mini-mini market pun di jual.
Di masyarakat umum biasanya materai digunakan untuk mengesahkan sebuah perjanjian tertentu agar berkekuatan secara hukum. Tahukah masyarakat bahwa fungsi materai selain untuk mensahkan sebuah dokumen sebenarnya merupakan salah satu instrumen perpajakan negara.
Fungsi Materai menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 Tentang Bea Materai adalah pajak dokumen yang dibebankan untuk-untuk dokumen tertentu.
Surat pernyataan atau perjanjian yang tidak dibubuhkan materai tidak membuat pernyataan atau perjanjian tersebut menjadi tidak sah.
Namun jika kita memang bermaksud untuk menjadikan surat pernyataan atau perjanjian tersebut sebagai alat bukti di pengadilan, maka harus dilunasi bea materai yang terutang.
Bea Materai merupakan pajak terhadap dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang akan dipakai di pengadilan.
Nilai materai saat ini terdiri dari 2 nominal, Materai dengan nominal Rp.3.000 diperuntukan bagi dokumen yang nilainya antara Rp.250 ribu sampai dengan Rp. 1 juta.
Sedangkan materai dengan nominal Rp.6.000 diperuntukan untuk dokumen bernilai lebih dari Rp.1 juta seperti untuk perjanjian, akta pembuatan tanah, akta notaris, dan berbagai jenis dokumen lainnya.
Untuk dokumen dibawah nilai Rp.250 ribu tak dikenakan bea apapun.
Nah karena Undang-Undang Bea Materai ini dianggap sudah terlalu lama dan tidak memiliki ruang lagi untuk menaikan bea materai. Maka pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengajukan Revisi UU no 13 Tahun 1985 ini.
Dan rencananya bulan depan akan segera disahkan oleh DPRRI. "Itu tinggal dibahas dengan Komisi XI DPR, iya November kemungkinan bakal ketok palu, 80 persen pasal yang utama kita sudah rampung," kata Soepriyanto anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra, Senin (28/10/2019) kemarin seperti yang dikutip dari Kompas.com.