Lihat ke Halaman Asli

Fery. W

Berharap memberi manfaat

Refleksi 20 Tahun Lepasnya Timor Timur, Kondisi Papua, dan Pindahnya Ibu Kota

Diperbarui: 30 Agustus 2019   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

beritasesuatu.blogspot.com

Tepat 20 tahun lalu, tahun 1999 bangsa Indonesia mengalami peristiwa besar. Salah satu provinsi di Indonesia  Timor-Timur terlepas dari pangkuan ibu pertiwi. 

Provinsi termuda milik bangsa ini terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah jajak pendapat yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Lepasnya Timor-Timur ini diringi dengan tragedi kemanusiaan, kerusuhan, kekerasan, pembunuhan, serta menimbulkan pengungsi besar-besaran

Agak sulit untuk dipahami sebenarnya, sampai saat ini tidak ada satu pun kajian komprehensif yang membahas dan mengulas ini, kok bisa setelah lebih dari 22 tahun terintegrasi sebagai bagian NKRI (saat jajak pendapat itu dilakukan) sebagian besar rakyat Timor Timur malah memilih untuk keluar dari Indonesia.

Tidak ada satu pun lembaga di negara ini, baik itu Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), TNI, Polri, Badan Intelejen Negara (BIN), dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) yang melakukan riset dan menganalisa kejadian tersebut, agar menjadi "Lessons Learned"mengenai kejadian lepasnya Timor-Timur ini. Padahal ini merupakan pertama kalinya sebuah provinsi lepas atau tepatnya melepaskan diri dari NKRI.

Entah karena perasaan malu dan trauma, karena merasa kalah yang kemudian membuat suasana pemisahannya saat itu mencoreng kehormatan Indonesia di dunia internasional. 

Sebenarnya ada banyak hal yang bisa diambil sebagai pelajaran dalam epsiode integrasi dan jajak pendapat yang hasilnya membuat  Timor-Timur keluar dari Indonesia.

Pertama, Jajak pendapat dilakukan terlalu cepat, kesepakatan jajak pendapat yang ditandatangani di New York 5 Mei 1999 sedangkan jajak pendapat dilaksanakan 1 Agustus tahun yang sama, berarti kita hanya punya waktu 4 bulan untuk mempersiapkan berbagai hal yang sebenarnya sangat komplek, baik itu disisi teknis, politik, keamanan dan beberapa masalah lainnya.

Saat itu, pemerintah Indonesia berharap saat sidang umum MPR yang dilaksanakan akhir tahun 1999 hasil jajak pendapat itu dapat disahkan. nah karena hal itu pelaksanaannya dipaksakan dengan tenggat waktu yang sempit, maka polarisasi di bawah semakin tajam, konflik horizontal berujung kekerasan pun terjadi, dan hasilnya pun mengecewakan Indonesia.

Kedua, pembangunan ekonomi ternyata tidak otomatis menghasilkan loyalitas politik. Saat itu, dengan predikat sebagai Provinsi termuda, Timor Timur secara ekonomi sangat dimanjakan oleh pemerintah pusat. Anggaran pembangunan perkapitanya tertinggi dibandingkan 26 provinsi lain di Indonesia (saat itu Provinsi di Indonesia berjumlah 27 provinsi).  

Konon katanya itu menimbulkan kecemburuan provinsi-provinsi lain. Pembanguna infrastruktur berupa jalan, jembatan, gedung-gedung dilakukan dengan  masif di provinsi itu, padahal Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya sangat kecil. Dan Kemudian kondisi ekonomi itu dibandingkan oleh pemerintah saat itu dengan masa di bawah penjajahan Portugis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline