Polemik tentang poligami ini rasanya tak pernah berhenti. Sekarang mulai ramai lagi diperbincangkan setelah DPRD Nangroe Aceh Darussalam berniat membuat Qonun atau aturan terkait poligami di wilayah NAD.
Alasan mereka membuat Qonun poligami adalah untuk mencegah nikah siri, supaya dapat menjamin hak perempuan dan anak. Beleid tentang otonomi khusus Aceh memberi hak kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh untuk menyelaraskan regulasi perkawinan dengan syariat Islam.
Walaupun sudah ramai menjadi bahan perbincangan, qanun ini belum pernah didiskusikan dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Agama yang selama ini berwenang mengurus urusan pernikahan.
Kementerian Agama menilai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sudah menjabarkan syarat rinci dan ketat bagi pria yang berminat untuk beristri lebih dari satu.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah pada Direktorat Bina Masyarakat Islam di Kementerian Agama, Agus Salim. "Sudah jelas aturannya, kalau mau beristri dua harus laki-laki harus izin istri pertama. Aturan itu sudah dijalankan, terutama di kalangan PNS," ujar Agus kemarin(8/07/19) seperti yang dikutip dari bbc.com.
UU tentang perkawinan dibuat dengan asas monogami, namun bagi pria yang berniat atau memiliki keinginan untuk beristri lebih dari satu maka pasal 4 dalam UU tersebut telah mengatur hal tersebut.
Pria yang ingin melakukan poligami harus mengajukan permohonan kepada pengadilan agama setempat dimana pria itu tinggal. Akan diberikan izin jika istri pertama tidak dapat menjalankan kewajiban, cacat badan atau menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan, serta tidak dapat melahirkan keturunan.
Di pasal 5 diatur pula syarat-syaratnya, pertama pernikahan kedua pria tersebut harus berdasarkan ijin dari istri pertama. Kedua, Pria tersebut harus menjamin pemenuhan kebutuhan serta berlaku adil kepada seluruh istri dan anak-anaknya.
Nah, hal ini lah yang kemudian diklaim oleh Ketua Komisi VII DPRD Aceh, Musannif, bahwa UU Perkawinan tahun 1974 itu tidak mengatur secara rinci syarat-syarat berlaku adil sehingga ini bisa menjadi celah dan berdampak bagi hak-hak perempuan dan anak-anak keluarga poligami cenderung terabaikan.
Draft Rancangan qanun hukum keluarga yang memuat aturan poligami, berbentuk peraturan daerah ini disusun Dinas Syariat Islam Pemprov Aceh, dan prosesnya sudah berlangsung selama tiga bulan aturan ini disusun untuk melindungi hak perempuan dan anak-anak Aceh. "Kami bukannya mau memberi cek kosong ke 'pria hidung belang', tapi justru agar mereka benar-benar adil, sehat lahir-batin, dan mampu secara ekonomi," ujar Musannif.
Pembahasan qanun poligami kini terus bergulir. Di tengah pro-kontra, DPRD Aceh mengklaim terus berkonsulitasi dengan lembaga di tingkat pusat, termasuk kelompok masyarakat sipil di sektor perlindungan dan pemberdayaan perempuan. Dan sudah dapat dipastikan aturan ini tidak akan diberlakukan dalam waktu dekat. Rapat dengar pendapat pertama saja baru dilaksanakan pada Agustus nanti. masih panjang perjalanan agar rancangan ini menjadi peraturan.