Lihat ke Halaman Asli

Fery. W

Berharap memberi manfaat

Kreativitas dan Inovasi (Bisa) Bebaskan Indonesia dari Dekapan "Middle Income Trap"

Diperbarui: 20 Mei 2019   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Thedailystar.net

World Bank mengklasifikasikan perekonomian sebuah negara ke dalam tiga kategori menurut pendapatan per kapita yaitu, negara dengan pendapatan per kapita kurang dari USD 1.045, negara berpendapatan menengah dengan pendapatan per kapita antara
USD 1.045 hingga USD 12.746, dan negara berpendapatan tinggi dengan pendapatan per kapita diatas USD 12.746.

Indonesia menurut Data Biro Pusat Staistik (BPS) tahun 2018 memiliki besaran pendapatan perkapita USD 3.927 atau sekitar Rp. 56 juta per tahun. Dengan pendapatan per kapita sebesar itu Indonesia termasuk kedalam negara berpendapatan menengah level atas ( upper middle income country) naik  dari tahun 2017 yang berada dinegara berpendapatan menengah bawah (lower middle income country) dengan per kapita sebesar USD 3.876 setara dengan Rp.51,89 juta , naik sebesar 7,92 persen.

sumber: CNN

Menggembirakan memang, tapi Indonesia masih saja berada di wilayah negara yang berpendapatan menengah. Bisakah kita naik peringkat menjadi negara berpendapatan tinggi atau akan terus berada di zona tengah dan tidak akan mampu naik kelas? Dengan kata lain  terjebak sebagai negara dalam dekapan " middle income trap"

Middle income trap istilah yang diberikan kepada negara-negara berpendapatan menengah yang terjebak diposisinya  dan tidak mampu melakukan lompatan menjadi negara maju baru, melalui kenaikan pendapat per kapita sesuai standart level tertentu yang sudah ditetapkan. Jadi seolah-olah negara ini terkunci ditengah (stuck  in the middle) diposisinya sebagai negara berpendapatan menengah.

Lebih mudah menaikan level pendapatan rendah menjadi menengah, dibandingkan melakukan lompatan dari negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan tinggi.

Pada saat negara itu masih ada dalam level miskin, negara itu bisa memanfaatkan kemiskinannya untuk membangun daya saing misalnya upah buruh rendah untuk memacu pertumbuhan industri manufaktur seperti tekstil atau sepatu untuk mendorong pertunbuhan ekonomi. Yang pada gilirannya akan menaikan pendapatan masyarakat.

Tetapi industri manufaktur berbasis upah buruh rendah tidak akan sustainable. Seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka ongkos upah buruh pun akan meningkat. 

Kalau ini terjadi maka produk-produk yang dihasilkan berbagai industri tersebut tidak lagi kompetitif di pasar internasional. Kalau tidak kompetitif, maka industri-industri tersebut tak mampu berkembang, akibatnya pertumbuhan ekonomi negara menjadi terkendala.

Kenapa negara-negara itu stuck in the middle, penjelasannya sebenernya sederhana. Mereka biasanya terlena dengan kenyamanan berada di level kelas menengah seolah telah lepas dari beban karena kesulitan yang dirasakannya disaat mereka berada di level pendapatan rendah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline