Kabar baik datang dari pemerintah. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang semula dijadwalkan berlaku pada 1 Januari 2025, kemungkinan besar akan ditunda. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Luhut, seperti yang saya kutip dari Kantor Berita Antara, penundaan ini dilakukan karena pemerintah akan memberikan stimulus berupa subsidi energi listrik terlebih dahulu untuk meng-grooming ekonomi masyarakat yang saat ini dinilai sedang "tidak baik-baik saja."
Subsidi ini dianggap lebih efektif dibandingkan bantuan langsung tunai (BLT) karena dapat menjangkau lebih banyak masyarakat, termasuk kelas menengah yang juga terdampak kondisi ekonomi saat ini. Selain itu, subsidi listrik dianggap lebih sulit disalahgunakan.
"PPN 12 persen sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah, jadi ya hampir pasti diundur," tegas Luhut. Rabu (27/11/2024).
Subsidi Energi Kelistrikan
Pilihan memberikan subsidi energi alih-alih berupa bantuan langsung tunai (BLT), karena menurut Luhut, bentuk subsidi ini nantinya bukan hanya akan menyasar masyarakat miskin, tapi juga kelas menengah yang memang sangat terdampak.
Selain itu, Pemerintah khawatir jika subsidi yang bertujuan memberikan bantalan untuk mengantisipasi kenaikan PPN itu berbentuk bantuan tunai, akan dijadikan modal untuk judi online (judol).
"Karena kalau diberikan (tunai) nanti ke rakyat takut dijudikan lagi nanti,"tambah Luhut.
Subsidi listrik ini diperkirakan akan diberikan selama dua hingga tiga bulan. Namun, durasi penundaan kenaikan PPN secara keseluruhan belum dapat dipastikan. Pemerintah akan melakukan evaluasi setelah periode subsidi berakhir untuk melihat perkembangan kondisi ekonomi.
Pilihan untuk memberikan subsidi listrik dinilai cukup bijak karena pelaksanaannya lebih mudah dan tepat sasaran.
Hal ini dikarenakan penggunaan listrik dapat dilacak secara individual berdasarkan rekening listrik. Selain itu, besaran konsumsi listrik juga dapat menjadi indikator tingkat ekonomi masyarakat.
Menurut Perusahaan Listrik Negara (PLN), yang mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 7 tahun 2022 di Indonesia tarif listrik dibagi menjadi beberapa golongan seperti R1, R2 dan R3 untuk residensial. B-2 dan B-3 untuk bisnis serta I-3 dan I-4 bagi industri.