Meningkatnya prestasi Tim Nasional Sepakbola Indonesia ternyata tak hanya disikapi secara positif oleh masyarakat Indonesia, tetapi melahirkan berbagai perdebatan baru di luar sepakbola yang mengarah ke posisi negatif.
Saat ini di platform media sosial X atau dulu dikenal dengan Twitter, sedang ramai terjadi perdebatan klasik terkait hubungan antara sepakbola dan politik.
Menariknya, perdebatan tersebut muncul kepermukaan berawal dari keberadaan timnas Indonesia yang prestasi dan cara bermainnya yang kian moncer.
Diakui atau tidak, suka atau tidak, kita tak bisa menafikan bahwa naiknya prestasi timnas Indonesia saat ini, salah satunya karena sebuah keputusan politik dengan membawa para pemain sepakbola yang tak berkewarganegaraan Indonesia, namun memiliki garis keturunan Indonesia untuk menjadi tulang punggung timnas Garuda atau yang biasa disebut naturalisasi.
Proses naturalisasi ini, meskipun terlihat seperti urusan teknis dalam sepakbola, proses ini jelas politis karena melibatkan kebijakan pemerintah, hukum kewarganegaraan, dan pertimbangan-pertimbangan non-teknis lainnya.
Terlepas dari segala kontroversinya, pro dan kontranya, para pemain yang kemudian disebut sebagai pemain diaspora yang mayoritas bermain di liga-liga Eropa, berhasil meningkatkan performa dan kualitas timnas Indonesia.
Proses naturalisasi ini, merupakan salah satu bukti bahwa sepakbola sejatinya tak bisa dilepaskan dari politik.
Selain ada banyak bukti lain, seperti proses pemilihan Ketua Umum PSSI, alokasi anggaran dari APBN dan hal-hal lain yang melibatkan urusan politik di dalam mengelola persepakbolaan Indonesia.
Dengan demikian, Sepakbola tak bisa imun dari urusan politik. Mungkin yang dimaksud dengan wacana yang terkesan memisahkan sepakbola dan politik, serta dianggap berkonotasi negatif adalah politisasi sepakbola.
Politisasi sepakbola ini lah yang sebenarnya perlu diwaspadai.Politisasi sepakbola dapat terjadi mana kala sepakbola digunakan sebagai alat atau arena untuk mencapai tujuan politik tertentu.
Hal ini terjadi ketika kepentingan politik mendominasi atau bahkan mengesampingkan esensi olahraga itu sendiri. Fenomena inilah yang harus dihindari karena dapat memecah belah dan merusak sportivitas.