Keputusan Pemerintah untuk membatalkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025 menuai banyak kecaman dari penggiat kesehatan dan kelompok anti tembakau. Mereka berpandangan kondisi tersebut berpotensi meningkatkan prevalensi jumlah perokok, termasuk remaja dan anak-anak.
Pengaruh Cukai Terhadap Pola Konsumsi Rokok
Cukai merupakan salah satu komponen biaya utama dalam produksi rokok, bahkan bisa dikatakan sebagai yang paling signifikan. Cukai, pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang memiliki eksternalitas negatif, termasuk rokok, bertujuan untuk mengendalikan konsumsi dan meningkatkan pendapatan negara.
Tingginya tarif cukai secara langsung mempengaruhi harga jual rokok. Semakin tinggi tarif cukai, semakin mahal pula harga rokok. Hal ini bertujuan untuk mengurangi daya beli masyarakat terhadap rokok, sehingga diharapkan konsumsi rokok dapat dikendalikan bahkan diharapkan akan menurun, untuk menghindari dampak buruk dan bahaya bagi kesehatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa kenaikan cukai rokok sebesar 25% per tahun di Indonesia dapat menurunkan prevalensi merokok sebesar 8-10% dalam 5 tahun.
Penelitian lain oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2018 menunjukkan bahwa kenaikan cukai rokok sebesar 10% dapat menurunkan prevalensi merokok sebesar 1-2%.
Ajaibnya, di Indonesia hasil penelitian itu tak sejalan dengan praktiknya, meskipun tarif cukai rokok dinaikkan secara konsisten, dalam 5 tahun terakhir, yang menurut Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau, Makanan, dan Minuman secara kumulatif telah mencapai 67,5 persen.
Namun tujuan utamanya untuk mengendalikan konsumsi rokok apalagi menurunkannya tak sepenuhnya tercapai. Menurut Data Tobacca Control Atlas ASEAN Region, jumlah perokok pemula malah melonjak hingga 16,7 juta orang dalam lima tahun terakhir.
Alhasil, secara umum jumlah perokok di Indonesia kini mencapai 65,7 juta orang. Salah satu yang tertinggi di dunia dengan 63 persen laki-laki dewasa dan 38,3 persen remaja yang merokok.
Fenomena Downgrading dan Efeknya Terhadap Efektivitas Kenaikan Cukai
Fenomena ini mungkin tidak ditemukan di banyak negara, terutama di negara-negara maju, di mana kenaikan tarif cukai yang berimbas langsung pada tingginya harga jual rokok, berbanding lurus dengan menurunnya prevalensi jumlah perokok.
Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, perokok lebih memilih mengakali tingginya harga rokok akibat kenaikan cukai, dengan cara menurunkan "kasta" rokok yang biasa dihisapnya ke rokok yang berharga lebih murah (downgrading) atau lebih parah lagi mereka beralih ke rokok yang ilegal, daripada harus berhenti.
Mengapa downgrading menjadi dimungkinkan? Sejauh pengamatan dan apa yang saya rasakan di lapangan sebagai salah satu konsumen rokok.