Lihat ke Halaman Asli

Efwe

TERVERIFIKASI

Officer yang Menulis

Subsidi Tepat Sasaran, Realita atau Mimpi?

Diperbarui: 27 September 2024   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merdeka.com

Kabarnya Pemerintah akan mulai membatasi pembelian BBM jenis Pertalite mulai 1 Oktober 2024.

Bahkan menurut pemberitaan berbagai media, Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mengubah skema penyaluran subsidi energi, yakni BBM dan listrik, menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT).

"Kita ingin dengan data yang diperbaiki dan disempurnakan supaya kepada mereka (masyarakat miskin) itu diberikan saja transfer tunai langsung kepada mereka, bukan kepada komoditinya, (tetapi) kepada keluarganya yang berhak untuk menerima," ujar Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Burhanudin Abdullah, seperti dilansir CNNIndonesia, Rabu (25/09/2024) kemarin.

Pemerintah juga sedang mulai mewacanakan penentuan tarif kereta rel listrik (KRL) Commuter, khususnya di kawasan Jabodetabek, berdasarkan Nomor Induk Kependudukan alias NIK.

Semua yang disebutkan di atas merupakan bagian dari jargon "Subsidi Tepat Sasaran". Tentu saja tujuannya sangat mulia, agar subsidi atau bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah kepada individu, bisnis, atau sektor tertentu dengan tujuan mencapai kondisi sosial atau ekonomi tertentu, jatuh ke individu yang layak dan berhak mendapatkannya.

Di Indonesia, dasar hukum utama dari kebijakan subsidi adalah Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang sangat populer dan paling banyak dihafal:

"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat."

Nah, "dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat", salah satu implementasinya dengan cara mengalokasikan anggaran negara yang berasal dari pajak dan ruang pendapatan negara lainnya, yang dituangkan dalam APBN untuk kebutuhan subsidi bagi masyarakat luas.

Namun, kebijakan subsidi selalu menimbulkan pro dan kontra di setiap lapisannya. Dari sisi konsep, ada yang berpendapat bahwa subsidi tidak sehat bagi ekosistem perekonomian berapa pun nilainya, akan lebih baik jika alokasi anggaran subsidi dihapus dari APBN.

Sementara pihak lain, berpendapat, subsidi masih perlu diberlakukan untuk mengatasi masalah kegagalan pasar, di mana pasar masih belum mampu menjadi alat alokasi sumber daya yang efisien, sehingga pada praktiknya terjadi misalokasi sumber daya.

Tetapi, yang paling sering menimbulkan perdebatan adalah di tataran implementasi kebijakan subsidi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline