Benang kusut permasalahan di PT. Asuransi Jiwasraya kini mulai terurai, mendekati babak akhir, walaupun situasi tak akan mengenakan bagi para nasabah dan karyawannya.
Terakhir, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas dan regulator industri keuangan termasuk Asuransi, menjatuhkan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) terhadap Jiwasraya, pada 13 September 2024 pekan lalu.
Keputusan ini dijatuhkan karena Jiwasraya dinilai melanggar sejumlah ketentuan di bidang perasuransian dan sebagai langkah persiapan menuju proses likuidasi PT Asuransi Jiwasraya, yang menurut Kementerian BUMN akan dilakukan pada bulan September 2024 ini.
Sebelumnya, seperti dilansir Bisnis.com, Plt Direktur Utama Jiwasraya, Mahelan Prabantarikso menyatakan, dalam rangka proses likuidasi tersebut telah melakukan pengurangan karyawan.
"Kami memang akan melakukan rasionalisasi. Selain itu, kami juga memberikan kesempatan bagi pegawai untuk direkrut oleh BUMN lain, khususnya di IFG Life," ujarnya.
Keputusan likuidasi atau pembubaran Jiwasraya ini mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 28/POJK.05/2015 yang mengatur tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi serta Perusahaan Reasuransi.
"Sesuai dengan POJK, Jiwasraya akan dibubarkan" ujar Arya Mahendra Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMDal
Dalam rangka pembubaran Jiwasraya ini Kementerian BUMN bersama OJK telah membentuk tim likuidator yang kini terus bekerja untuk mengatur dan menyelesaikan aset yang masih tersisa, hingga tanggungjawab dengan pihak ketiga termasuk pemegang polis yang menolak proses restrukturisasi.
Lantas, bagaimana nasib nasabah pemegang polis Asuransi Jiwasraya? Sebelum sampai ke sana, saya akan flashback dari awal kasus Jiwasraya, kasus ini sebenarnya bermula sejak 20 tahun lalu.
Kronologi Kasus Jiwasraya, Dari Insolvency ke Gagal Bayar
Berdasarkan berbagai sumber informasi yang saya dapatkan. Pada tahun 2004, Jiwasraya mulai bermasalah dengan mencatatkan insolvency, sebuah keadaan di mana perusahaan tak dapat menyelesaikan utang dan kewajibannya, dengan nilai mencapai Rp2,76 triliun, akibat cadangan keuangannya lebih kecil dibandingkan yang seharusnya.
Dua tahun kemudian, modal dasar atau equitas Jiwasraya drop, menjadi negatif Rp3,29 triliun karena asetnya jauh lebih kecil dari kewajibannya.