Tupperware, sebuah nama yang begitu lekat di hati banyak orang, terutama para ibu rumah tangga.
Wadah plastik berwarna-warni ini pernah menjadi simbol kemapanan dan gaya hidup modern. Namun, siapa sangka bahwa perusahaan yang dulu berjaya ini kini berada di ambang kebangkrutan.
Bahkan, seperti dilansir Bloomberg News, Tupperware berencana mengajukan perlindungan dari kebangkrutan atau bankruptcy protection dalam waktu dekat.
Tanda-tanda akan berakhirnya "masa kejayaan" Tupperware memang sudah terlihat jelas dalam beberapa tahun terakhir. Kapitalisasi sahamnya menguap hingga 95 persen dalam 3 tahun terakhir.
Mengutip Investing.com, nilai saham Tupperware pada penutupan perdagangan di Bursa Saham New York, Senin 16 September 2024, hanya tinggal 0,50 US Dollar per saham, turun 57,7 persen dibandingkan akhir pekan lalu atau 96 persen dibandingkan masa jayanya.
Lebih parahnya lagi, Otoritas Bursa Saham New York mengatakan Tupperware dalam bahaya dihapuskan dari pasar saham (delisting) karena tak kunjung mengajukan laporan keuangan tahunannya.
Perusahaan yang berbasis di Orlando, Florida, AS ini, terakhir menyampaikan laporan keuangan setahun lalu, di akhir September 2023.
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan, Tupperware mengakui perusahaan terus mengalami tantangan likuiditas yang signifikan dan masih mempunyai keraguan besar mengenai kemampuannya untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.
Di sisi pendapatan, penjualan bersihnya turun 18% pada kuartal kedua 2023 dibandingkan tahun sebelumnya, dan perusahaan melaporkan kerugian bersih sebesar $14,1 juta. Utang yang menumpuk hingga akhir September 2023 totalnya mencapai 777 juta US Dollar atau setara Rp12 triliun.
Dengan kondisi seperti ini, rasanya Tupperware tak akan mampu lagi memperbaiki kinerjanya, dan benar-benar di ambang kebangkrutan, kecuali ada keajaiban.