Lihat ke Halaman Asli

Efwe

TERVERIFIKASI

Officer yang Menulis

Cukai Minuman Berpemanis, Solusi Pahit untuk Masa Depan Manis Indonesia

Diperbarui: 22 Agustus 2024   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI Minuman Manis | SHUTTERSTOCK via Kompas.com

Rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia telah menjadi perdebatan panjang. Meski masuk dalam Nota Keuangan APBN dua kali, implementasinya selalu terganjal resistensi dari kalangan pengusaha.

Tadinya implementasi salah satu kebijakan di bidang fiskal tersebut akan mulai diterapkan tahun 2024 ini. Bahkan aturan pelaksananya didorong juga dari sisi kesehatannya,  berupa Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan yang resmi diterbitkan pertengahan Juli 2024.

Lewat aturan ini pemerintah berencana memperkuat dasar hukum untuk memungut cukai dan ditambah pula dengan pelarangan iklan, promosi, serta sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu, untuk produk-produk pangan olahan yang melebihi batas gula, garam, lemak.

Akan tetapi setiap kali hendak dilaksanakan setiap kali itu pula resistensi dari sebagian kalangan terutama dari pihak pengusaha muncul, alhasil hampir pasti cukai MBDK tak akan diberlakukan tahun ini.

Namun mengingat urgensinya, Pemerintah kembali memasukan rencana pengenaan cukai MBDK di RAPBN 2025 seperti yang tertuang dalam Buku II Nota Keuangan dengan target penerimaan cukai sebesar Rp 244,198 triliun atau tumbuh 5,9 persen.

Pertumbuhan sebesar itu, salah satunya melalui ekstensifikasi cukai yang dilakukan terbatas pada MBDK.

Dalam dokumen tersebut dituliskan, Pemerintah berencana mengenakan barang kena cukai baru berupa MBDK pada tahun 2025.

Sejatinya, penambahan objek cukai MBDK sudah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di hadapan DPR-RI sejak 2017, tapi hingga kini masih belum terealisasi. Penyebab utamanya, ya itu tadi resistensi dari para pengusaha.

Penolakan dari pengusaha juga sebenarnya cukup beralasan, karena jika suatu barang terkena cukai, maka otomatis harga jualnya akan naik. 

Ketika harganya menjadi lebih mahal,otomatis penjualan akan turun setidaknya dalam jangka waktu tertentu, sampai masyarakat menemukan titik keseimbangan konsumsi baru. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi consumer behaviour theory yang menjelaskan bahwa konsumen membuat keputusan untuk membeli suatu barang berdasarkan preferensi harga dan anggaran yang mereka miliki.

Menurut, Ketua Umum Asosiasi Minuman Ringan Triyono Prijosoesilo, apabila cukai MBDK dikenakan dapat dipastikan mereka akan lebih terpuruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline