Tahukah anda bahwa nilai bahan pangan yang terbuang-buang percuma akibat Food Loss dan Food Waste di Indonesia, potensial meenimbulkan kerugian dikisaran Rp213 triliun hingga Rp551 triliun, per tahun? Nominal ini setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Menurut catatan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(PPN/Bappenas) bahan pangan yang tersia-siakan padahal faktanya masih layak dikonsumsi, jika dimanfaatkan dengan baik, bisa memberi makan setengah jumlah penduduk Indonesia.
Selain itu, sisa makanan yang terbuang dan berubah menjadi timbunan sampah, menghasilkan total emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 1.072,9 metrik ton, Co2 ekuivalen. Which is not good untuk mengendalikan perubahan iklim yang kian menggila.
Asal tahu saja, Indonesia mencatatkan dirinya sebagai pembuang sampah sisa makanan numero uno di dunia, padahal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar nomor 2 di dunia setelah Pakistan, hal tersebut tak boleh terjadi.
Membuang-buang makanan adalah perbuatan mubazir dan dalam ajaran Islam hal itu sangat dilarang. Sayangnya, fakta itu lah yang tterjad.
Meskipun , sejatinya hampir semua negara di dunia menghadapi problem yang sama, penduduknya gemar membuang-buang bahan makan.
Dalam praktiknya membuang bahan pangan memiliki dua terminologi yang berbeda yaitu Food Loss dan satu lagi Food Waste.
Mengutip situs, Liberty-Society.com, Food loss merujuk pada penurunan kuantitas atau kualitas pangan yang terjadi di sepanjang rantai pasokan, sebelum mencapai tingkat konsumen.
Faktor penyebabnya beragam, meliputi penanganan pasca panen yang tidak memadai, infrastruktur transportasi dan penyimpanan yang kurang optimal, serta standar kualitas pasar yang ketat.
Sedangkan, food waste mengacu pada pembuangan pangan yang masih layak konsumsi di tingkat ritel dan konsumen.
Perilaku konsumen yang impulsif, porsi makan yang berlebihan, serta kurangnya pemahaman tentang keamanan pangan menjadi faktor utama penyebab food waste.