Lihat ke Halaman Asli

Efwe

TERVERIFIKASI

Officer yang Menulis

Ketika Sosok Bernama "Inflasi" Mulai Menghantui, "Pinjam Dulu Seratus" Tak Cukup Lagi

Diperbarui: 6 Desember 2023   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi inflasi. Sumber: KOMPAS/DIDIE SW

Ikan Lohan Ikan Gabus. Direndam dulu baru direbus.

Supaya pembangunan maju terus, Pinjam Dulu Seratus.

Pantun di atas diucapkan Presiden Jokowi dalam acara "Kompas 100: CEO Forum" di Kawasan Ibukota Negara Nusantara (IKN) Kalimantan Timut beberapa waktu lalu.

"Seratus" dalam ungkapan viral yang dimaksud adalah seratus ribu rupiah alias Rp. 100.000, yang fisik uang kertasnya berwarna dominan merah dengan gambar utama foto Sukarno-Hatta, dua tokoh proklamator Kemerdekaan Indonesia.

Mengapa "Seratus" tidak "Lima Puluh" lantaran saat ungkapan tersebut ramai menjadi bahan perbincangan, nilai uang Rp.100.000 dianggap  tak terlalu besar, tapi nilainya masih cukup untuk membeli berbagai kebutuhan pokok harian.

Namun, nilai uang seratus tersebut dapat tergerus manakala harga barang yang menjadi kebutuhan pokok terus menunjukan kenaikan seperti yang terjadi belakangan.

Banyak orang, termasuk saya di dalamnya merasakan uang Rp.100.000 yang dulu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satu hari, kini tak berlaku lagi.

Saya yakin pengeluaran saya ya sama saja dengan sebelumnya, tidak ada yang bertambah. Tetapi, kenaikan hargalah yang menyebabkan saya harus merogoh kocek lebih dalam untuk kebutuhan harian.

Misalnya, harga rokok yang biasanya saya konsums,  kisaran harganya Rp 38 ribu, kini menjadi Rp. 42 ribu. Gado-Gado yang biasanya bisa saya beli di belakang kantor seharga Rp 15 ribu berikut nasinya, kini Rp.18.ribu, pun demikian dengan nasi padang, biasanya makan dengan lauk rendang dipatok seharga Rp.21 ribu kini baru bisa dinikmati kalau kita mengeluarkan uang Rp.25 ribu.

Jujur saja, berbagai kenaikan harga ini membuat saya harus menyiasatinya, agar kantong tidak jebol, karena berbeda dengan pengeluaran, pendapatan tak bertambah. Salah satunya, mengubah konsumsi rokok ke merek yang lebih murah, dengan rasa yang tak jauh berbeda.

Kondisi yang saya rasakan ini ,ternyata linier dengan sejumlah indikator yang menunjukan harga barang-barang kebutuhan hidup mengalami kenaikan.

Menurut Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan(SP2KP-Kemendag), harga sejumlah kebutuhan pangan memang sudah bersalin harga, beras misalnya naik sebesar 20 persen, bahkan harga cabe terbang tinggi hingga lebih dari 50 persen, kini harga cabe rawit merah naik menjadi Rp.125 ribu per kilogram padahal biasanya ada di kisaran Rp.50 ribuan saja. Sama halnya dengan bawang putih, cabe merah keriting, hingga terigu dan gula konsumsi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline