Lihat ke Halaman Asli

Efwe

TERVERIFIKASI

Officer yang Menulis

Kampanye Pemilu, Mengapa Dangdut Bukan Jazz?

Diperbarui: 30 April 2023   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempo.co

Tahun politik telah menjelang, musim kampanye dalam beberapa saat ke depan akan tiba. Seperti biasa para pelaku politik yang mengincar kursi kekuasaan bergegas menarik perhatian masyarakat dengan menggelar berbagai kegiatan yang bersifat pengumpulan massa.

Salah satu alat yang selama ini dianggap paling efektif untuk memancing kehadiran massa adalah musik. 

Musik adalah bahasa universal, karena musik dapat diterima oleh semua kalangan selain bisa digunakan sebagai media ekspresi yang memiliki kemampuan untuk menyatukan banyak kalangan masyarakat, dari paling atas hingga kalangan paling bawah.

Meskipun setiap individu memiliki cara khas tersendiri untuk memaknai sebuah karya musik dan merasakan irama yang tercipta di dalamnya, karena pemaknaan yang unik ini lah maka musik melahirkan genre berdasarkan preferensi masyarakat.

Untuk perhelatan semacam kampanye politik di Indonesia, genre musik yang dianggap paling efektif dalam pengumpulan masa adalah musik dangdut.

Semua partai politik, calon legislatif, hingga calon kepala daerah dan calon presiden menggunakan musik dangdut sebagai sarana untuk menunjang kampanye mereka.

Mengapa Dangdut, bukan Jazz misalnya. Kalau urusan beat atau hentakan nada yang mudah "dijogeti" ada banyak kok alunan musik jazz juga yang bisa dijogeti.

Dangdut dianggap genre musik paling universal dan egaliter di Indonesia yang cenderung disukai oleh setiap kalangan, karena pada dasarnya harmoni dangdut disosialisasikan di Indonesia sudah  sejak lama, secara genre musik yang merupakan hasil asimilasi dari musik melayu dan nada-nada dari wilayah Hindi memang asli Indonesia, sehingga dangdut jauh lebih memasyarakat dibandingkan musik Jazz.

Sementara musik Jazz sendiri merupakan bentuk transplantasi kebudayaan musik dari dunia luar yang asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Logikanya sederhana, apabila kita dilahirkan di lingkungan yang faktanya hampir selalu di dominasi oleh musik dangdut maka harmoni yang tertanam secara tidak sadar (unconsious) dalam benak kita adalah dangdut, sedangkan harmoni di luar dangdut terasa menjadi asing bagi kita.

Coba kalau kita dilahirkan di New Orleans Amerika Serikat atau setidak-tidaknya di lingkungan yang kerap memperdengarkan muski Jazz, maka harmoni musik yang kita miliki cenderung harmoni jazz, sehingga harmoni musik dangdut bisa jadi menjadi asing bagi kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline