Sesungguhnya, saya tidak terlalu peduli dengan urusan pamer harta atau biasa disebut flexing, siapapun yang melakukannya, sepanjang profiling "tukang pamer harta" itu memang cocok dengan kepemilikan hartanya tersebut.
Misalnya, jika Grace Tahir, putri Datok Sri Tahir pemilik konglomerasi Mayapada Grup yang menurut laporan Forbes Real Time Billioners edisi Februari 2023, memiliki kekayaan US$ 4,3 milyar atau Rp. 65,79 triliun, memamerkan barang-barang branded yang dikenakannya, mobil sport kinclong beserta rumah mewah nan megah, ya wajar saja, publik tak akan ribut juga.
Karena pada dasarnya profiling Grace Tahir sebagai putri pengusaha berharta sebesar itu, cocok. Meskipun faktanya ia sama sekali jauh dari sikap-sikap pamer harta seperti itu.
Dalam setiap penampilannya secara offline maupun online, ia terlihat sangat bersahaja, tak ada barang-barang branded yang mentereng dikenakannya.
Pun demikian dengan Armand Hartono Direktur bank swasta terbesar di Indonesia, BCA, sekaligus putra dari Robert Budi Hartono, orang terkaya nomor 2 di Indonesia dengan harta mencapai US$ 25,2 milyar atau Rp. 385,56 triliun.
Andai dirinya berniat flexing, gampang saja, benda apapun yang menunjukan bahwa dirinya bergelimang harta mampu kok dia beli. Jika diperbandingkan, ia memiliki kapabilitas untuk membuat harta para keluarga pejabat yang gemar flexing itu, seperti remahan rengginang di kaleng Khong Guan.
Apakah kalau ia flexing, publik bakal mencibir atau julid, saya yakin tidak, karena secara profiling Armand cocok memiliki barang-barang, properti, atau kendaraan semahal apapun.
Namun, dari berbagai pemberitaan dan testimoni kawan-kawan dekatnya kita tahu bahwa Armand tak seperti itu. Kehidupannya cenderung jauh dari glamor, sangat sederhana, tak pernah terlihat petantang petenteng.
Atau Putri Tanjung putri dari Chairul Tanjung pemilik kerajaan bisnis Mega Corps, saya yakin dia memiliki barang-barang mewah, namun sepertinya ia tak begitu berminat juga untuk memamerkannya lewat media sosial.
Ironisnya, justru yang ramai pamer harta itu, mereka yang secara profiling tidak cocok dengan kekayaan yang dimiliknya, seperti para pejabat negara yang jabatannya tak tinggi-tinggi amat juga sebenarnya, meskipun gayanya melebihi para manusia terkaya di Indonesia.
Padahal takaran pendapatan para pejabat itu sudah diketahui bersama, karena standar penggajian beserta tunjangan lain Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan bagian dari informasi publik.