Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja diterbitkan Pemerintah Jokowi, untuk mengganti Undang-Undang Omnibus Law Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, yang menurut amanat Mahkamah Konstitusi harus di revisi, selambat-lambatnya dalam 2 tahun setelah putusan MK ditetapkan.
Putusan MK yang mengabulkan pihak penggugat judicial review UU nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, merupakan bagian dari dinamika penerbitan UU dengan menggunakan mekanisme omnibus law ini.
Sejatinya, Pemerintah Jokowi berencana menerbitkan UU omnibus law yang menyasar 3 bagian besar undang-undang, yakni UU Cipta Kerja. UU Keuangan, dan UU Pemberdayaan UMKM.
Meskipun pada akhirnya, UU omnibus law Pemberdayaan UMKM dimasukan ke dalam UU Cipta Kerja yang kini berlaku sebagai Perppu Cipta Kerja.
Sementara UU omnibus law keuangan terpisah dan saat ini sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis 15 Desember 2022 dengan sebutan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (PPSK).
UU PPSK ini, seperti halnya UU Cipta Kerja dalam pembentukannya menggunakan metode omnibus law,dengan mengubah dan menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda ke dalam satu peraturan dalam satu payung hukum.
Dalam UU Cipta Kerja, 80 Undang-Undang dengan lebih dari 1.200 Pasal dalam 11 kluster direvisi ke dalam satu aturan yakni Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020.
Sedangkan UU PPSK, mengubah 17 Undang-Undang yang terdiri dari 27 Bab dan 374 Pasal yang mencakup UU tentang Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Perbankan, Perbankan Syariah, Perasuransian, Pasar Modal, Perdagangan Berjangka Komoditi, Surat Utang Negara (SUN), Sistem Jaminan Sosial Nasional, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Sistem Keuangan Digital, serta Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Dalam pembentukan aturan tersebut keduanya menggunakan metode atau konsep omnibus law, yang membedakannya, selain sektor yang disasar oleh peraturan itu, adalah respon masyarakat Indonesia terhadap kedua UU tersebut.
UU Cipta Kerja disambut gelombang besar penolakan yang gegap gempita sehingga kemudian menimbulkan dinamika masif dari berbagai lapisan masyarakat terutama kaum buruh dan para pekerja, sampai harus direvisi atas perintah MK dan akhirnya kini bersalin rupa menjadi Perppu Cipta Kerja yang juga menimbulkan polemik.
Sedangkan UU PPSK, relatif hanya menghadapi riak kecil saja, saat beberapa pihak dari Pengurus Gabungan Koperasi, menolak entitas ekonomi Koperasi berada di bawah regulasi dan supervisi oleh OJK. Riak itu pun kemudian bisa terselesaikan dengan baik sehingga akhirnya ada kesepakatan.