Salah satu kutipan tentang politik paling populer dan saya ingat benar adalah politics is the art of perception, politik adalah seni memainkan persepsi.
Persepsi merupakan sebuah kata yang lazim dipergunakan dalam bahasa sehari-hari. Dalam bahasa sederhananya persepsi bisa diartikan sebagai pendapat atau sudut pandang seseorang tentang sebuah permasalahan.
Namun, jika mengacu pada pemaknaan persepsi oleh sejumlah pandit, Persepsi dapat disimpulkan sebagai aktivitas setiap individu dalam kehidupan sehari-hari saat menerima stimulus atau rangsangan berupa informasi, peristiwa, objek, dan lainnya yang berasal dari lingkungan sekitar.
Nah, stimulus atau rangsangan tadi akan diberi makna atau arti oleh individu. Proses pemberian makna itu lah yang dinamakan persepsi.
Sementara menurut pandit psikologi dari Universitas Indonesia, Prof. Sarlito Wirawan, persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Kemampuan dimaksud ialah kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokan, dan kemampuan untuk memfokuskan.
Setiap orang cenderung memiliki kemampuan yang berbeda-beda terkait hal tersebut, oleh sebab itu seseorang sangat mungkin memiliki persepsi berbeda, walaupun objeknya sama.
Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan.
Dalam prosesnya, pembentukan persepsi bermula dari masuknya sumber informasi melalui suara, penglihatan, rasa, aroma, atau sentuhan yang diterima oleh indera manusia dalam bentuk sensasi, sensasi ini kemudian mengendap di dalam benak mereka.
Informasi tersebut bisa terbangun dari materi berita atau kabar yang esensinya sama dan disampaikan secara berulang, meskipun melalui diksi bahasa dan media yang berbeda-beda.
Dalam konteks kekinian di Indonesia, dimana sumber informasi banyak disebarkan di ruang-ruang dunia maya maka persepsi tersebut paling mungkin terbangun lewat media online.
Meskipun, tak bisa juga mengabaikan media konvensional lain seperti televisi, baliho, pamplet dan lainnya.