Urusan perkawinan beda agama di Indonesia ini sepertinya menjadi sebuah fenomena klasik yang tak pernah terselesaikan secara tuntas.
Keriuhan terkait hal ini kembali muncul, setelah Pengadilan Negeri Kota Surabaya mengesahkan perkawinan pasangan beda agama yang menikah pada Maret 2022 lalu sesuai agama masing-masing.
Seperti dilansir Kompas.com, pengesahan perkawinan beda agama ini berdasarkan Surat Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Dalam penetapan tersebut, PN Surabaya juga meminta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mencatat perkawinan tersebut dan segera menerbitkan akta perkawinan mereka.
Seperti halnya perkawinan beda agama sebelumnya, putusan PN Surabaya ini menimbulkan pro dan kontra. Karena selama ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang perubahan atas Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Dalam Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa syarat sah sebuah perkawinan untuk kemudian diakui negara apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, yang diartikan mereka yang jatuh cinta dan akan melangsungkan perkawinan harus sama-sama memeluk satu agama tertentu.
Nah, untuk urusan perkawinan beda agama ini, seperti yang saya kutip dari situs hukumonline.com sebenarnya terjadi kekosongan hukum terkait.
Dengan pemahaman, bahwa sahnya sebuah perkawinan itu berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tadi, berarti aturan tersebut menyerahkan pada ajaran agama masing-masing terkait hukum perkawinan beda agama.
Maka kemudian setiap agama menafsirkan sendiri-sendiri terkait Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tentang sahnya sebuah perkawinan.
Bagi umat Islam, perkawinan dimaknai tidak boleh melanggar kitab suci Al Quran. Begitu pun dengan agama lain.
Menurut sebuah essay yang ditulis oleh Sri Wahyuni S.Ag. M.Hum berjudul "Kontroversi Perkawinan Beda Agama di Indonesia"
Di agama Katolik, dalam Kitab Kanonik tahun 1917, Kanon 1060-1070 menyebutkan bahwa tiadanya permandian sah menjadi halangan nikah yang mengakibatkan perkawinan orang Katolik dengan orang yang tidak dibaptis menjadi tidak sah.