Tahun politik di Indonesia sejatinya baru akan bergulir paling cepat setahun yang akan datang.
Namun, riak-riaknya telah terasa sejak beberapa bulan belakangan. Para kandidat dan partai politik mulai mematut-matutkan diri untuk menyambut perhelatan demokrasi 5 tahunan yang akan datang.
Bahkan sebagian diantara para calon peserta pemilu sudah sepakat untuk berkoalisi satu sama lain.
Salah satunya, Koalisi Indonesia Baru(KIB) bentukan Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Hal serupa terjadi pula pada para kandidat kuat bakal calon presiden, mereka sudah saling menyambangi dan menjajaki serta bersafari ke berbagai pihak, siapa tahu ada jodohnya.
Suasana memanasnya situasi politil di Tanah Ait lebih terasa di berbagai platform media sosial, terutama yang berkaitan dengan dua kelompok yang itu-itu saja.
Dalam versi saya kedua kelompok tersebut ialah kubu anti-Jokowi dan anti-Anies Baswedan, kedua kubu tersebut merupakan hasil dari polarasi hajatan politik sebelumnya.
Jokowi sebagai personifikasi kaum "cebong", sementara Anies Baswedan merupakan simbol utama kaum "kampret/kadrun"
Kedua sebutan tersebut tak akan saya tulis lagi dalam artikel ini, saya akan menggantinya dengan sebutan anti-Jokowi dan anti- Anies karena konstelasi di lapangan menunjukan fakta seperti itu.
Pendukung dari kedua kubu ini, sehari-harinya saling mendiskreditkan satu sama lain.
Kubu Anti Jokowi hampir selalu menyerang apapun kebijakan Pemerintahan Jokowi. Terlepas kebijakan tersebut bermanfaat bagi rakyat atau tidak, yang diperbincangkan selalu sisi negatifnya.