Menurunkan atau menumbangkan sebuah pemerintahan yang sah dengan legitimasi kuat hasil demokrasi langsung seperti yang terjadi di Indonesia saat ini sangat sulit untuk dilakukan.
Apalagi hanya dengan cara menunggangi aksi unjuk rasa mahasiswa seperti yang akan dilakukan oleh para petualang politik "oposisi ekstra parlementer," yang sebenarnya secara diam-diam dikompori juga oleh para "oposisi parlementer.", esok Senin 11 April 2022.
Narasi bombastis yang belakangan berhembus kencang di media sosial, hanya sangat ramai terdengar di media sosial saja.
Itu tergambar dalam utas yang dirilis oleh situs Drone Emprit di platform media sosial Twitter. Mereka sibuk memprovokasi para mahasiswa dan pelajar sekolah menengah yang belakangan ikut nyemplung dalam kancah per-demonstrasi-an.
Jika diamati secara seksama sesuai dengan hasil penulusuran Drone Emprit, akun-akun besar yang melontarkan narasi turunkan Jokowi, dengan tagar #TurunkanJokowi dan #GoodbyeJokowi ya pihaknya itu-itu juga dan narasi tersebut diamplifikasi sebagian oleh mesin serta sebagian lain oleh mereka yang merasa sakit hati karena kalah dalam dua pemilu sebelumnya.
Selain itu eks anggota organisasi terlarang FPI HTI dan berbagai afiliasinya terlihat aktif terlibat dalam membangun narasi turunkan Jokowi ini
Pertanyaannya kemudian, apakah semua keriuhan yang oleh mereka sebut sebagai "gerakan rakyat" yang diarahkan menjadi people power di tengah Bulan Suci Ramadhan, akan memenuhi ekspektasi para "penunggang gelap", yakni memaksa Jokowi untuk mundur dari kursi Presiden?
Saya rasa sih jauh panggang dari api atau dalam bahasa yang lebih ekstrem, mustahil mereka dapat menurunkan Jokowi saat ini.
Menurut pakar Politik Universitas Syarif Hidayatullah, Gun-Gun Heryanto dalam tulisannya di situs berita daring Tempo.co dengan judul "People Power dan Jebakan Demokrasi Mobius"
Terdapat lima syarat sebuah gerakan people power bisa terwujud dan mendapat dukungan luas dari masyarakat.
Pertama harus ada musuh utama atau common enemy, dalam konteks unjuk rasa besok mereka para "penunggang gelap" mencoba mengkondisikan agar Jokowi menjadi musuh bersama dengan berulang kali menarasikan kegagalan Jokowi dalam memimpin Indonesia.