Dalam pertandingan sepakbola, sebuah tim disebut sebagai pemenang adalah tim yang mencetak gol lebih banyak ke gawang lawannya.
Bukan tim yang menguasai bola paling banyak, mendapatkan tendangan penjuru paling banyak, atau melakukan percobaan tembakan ke gawang paling banyak.
Jadi pada dasarnya apapun taktik yang digunakan pelatih sebuah tim sepakbola, sepanjang itu membuahkan kemenangan ya sah-sah saja meskipun itu menampilkan permainan defensif yang tak sedap di pandang mata.
Filosofi permainan sepakbola seperti ini disebut permainan sepakbola pragmatis. Pragmatisme sendiri dapat diartikan sebagai pandangan yang berlandaskan pada tujuan praktis.
Tujuan praktis pertandingan sepakbola adalah kemenangan atau minimal tidak kalah.
Itulah yang saya lihat tadi malam, saat Indonesia bertanding melawan Vietnam dalam lanjutan pertandingan di Grup B Piala AFF 2020.
Gaya permainan defensif nan pragmatis yang diintruksikan oleh pelatih Timnas Indonesia asal Korea Selatan Shin Tae Yong, diterjemahkan nyaris sempurna oleh para pemain timnas Indonesia yang dikomandani oleh Asnawi Mangkualam dan taktik itu bisa disebut berhasil.
Panitia Piala AFF 2020 pun mengakui hal itu, buktinya man of the match pada pertandingan Indonesia vs Vietnam jatuh pada bek timnas Indonesia Alfeandra Dewangga, bukan salah satu dari para penyerang Vietnam.
Hal tersebut tak terlepas dari kinerja apik Dewangga mengawal lini pertahanan Indonesia dari serangan bergelombang yang dilancarkan oleh para pemain Vietnam.
Terlihat tidak menarik dan membuat kita para suporter Timnas Indonesia jantungan sepanjang pertandingan, tapi itu lah sepakbola.
Pelatih Timnas Vietnam Park Hang Seo pun mengakui ketangguhan taktik Shin Tae Yong tersebut, yang membuat mereka tak mampu mencetak gol meski sepanjang pertandingan menguasai bola.