Lihat ke Halaman Asli

Efwe

TERVERIFIKASI

Officer yang Menulis

Motif Politik Penolak Permendibud Kekerasan Seksual dengan Dasar Logical Fallacy

Diperbarui: 13 November 2021   14:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Polemik Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Permendikbudristekdikti) nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual terus berlanjut.

Polemik ini berawal dari penolakan dari PKS terhadap salah satu pasal yang ada di Permendikbud tersebut, langkah penolakan  yang kemudian diikuti oleh ormas Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ramai diperbincangkan di media sosial lantaran oleh mereka yang menolak dianggap "menghalalkan zina".

Saya mulai melihat polemik yang diciptakan oleh PKS, Muhammadiyah, dan MUI ini tak lagi murni menyoal Permendikbud no 30 tahun 2021 itu melainkan membangun narasi politik.

Dalih PKS dan kawan-kawan beserta antek-anteknya menolak Permendikbud yang sebenarnya untuk mencegah kekerasan seksual yang kerap terjadi di kampus-kampus perguruan tinggi, lantaran ada frasa "tanpa persetujuan korban".

Frasa ini kemudian mereka anggap sebagai upaya melegalkan zinah, jadi menurut logika mereka jika kedua belah pihak bersetuju maka zina otomatis bisa terjadi dan disetujui.

Logika yang sesat atau logical fallacy jika cara berpikirnya seperti itu. Dalam sebuah perdebatan di ruang publik hendaknya kita berpegang pada hukum logika untuk memastikan argumentasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam hal logical fallacy, ada beberapa jenisnya yang terkadang membawa kita tersesat dalam perdebatan yang sebenarnya masalah tersebut tak perlu diperdebatkan apalagi menjadi sebuah polemik yang berkepanjangan seperti isu Permendikbud ini.

Ketika polemik itu lahir dari pemikiran fallacy maka perdebatan itu sudah tidak sehat lagi dan semestinya sudah selesai.

Nah, dalam hal Permendikbudristek PPKS pihak yang menentang terbitnya aturan ini  logika penolakannya mengandung fallacy yang jelas.

Mari kita telusuri alasan pembentukan aturan tentang pencegahan kekerasan seksual ini berangkat dari banyaknya fakta kasus kekerasan seksual di kampus-kampus.

Terakhir yang ramai jadi bahan perbincangan adalah kasus mahasiswi yang mengaku dilecehkan oleh dosen pembimbingnya di Universitas Riau (Unri).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline