Lihat ke Halaman Asli

Efwe

TERVERIFIKASI

Officer yang Menulis

Dominasi Hantu Perempuan di Indonesia dalam Perspektif Feminis

Diperbarui: 1 November 2021   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sindonews.com

Saya tak tahu tulisan ini layak dimasukan dalam topik pilihan "Pengalaman Mistis" atau tidak, lantaran ini sama sekali bukan pengalaman saya sendiri atau pengalaman orang lain.

Tulisan ini hanya merupakan keheranan saya saja, mengapa cerita "urban legend" yang berbau horor dan mistis pelaku utama atau "hantunya" itu di dominasi oleh perempuan.

Yang paling top diantara semua hantu itu the one and only "Kuntilanak," hampir disetiap daerah di Indonesia memiliki cerita dan latar belakang berbeda-beda tentang mahkluk yang digambarkan bergaun putih panjang, bergerak cepat tak menyentuh tanah (antigravitasi atau menggunakan teknologi maglev seperti kereta cepat), berambut panjang terurai dan suaranya yang khas..hi...hi...hi..hi..

Kemudian ada lagi sundel bolong, yang ini masyarakat Indonesia cukup akrab setelah Suzanna dengan fasih mampu memerankan sosok hantu wanita yang punggungnya bolong dan bisamelakukan copycat sosok lain tersebut.

Lebih lanjut, kemudian ada lagi sosok Wewe Gombel, Suster Ngesot, Nini Pelet, atau yang berbau domestik Si Manis Jembatan Ancol.

Kenapa saya sebut Hantu Si Manis Jembatan Ancol ini domestik lantaran merujuk pada "Jembatan Ancol" yang hanya ada di Jakarta.

Semua "hantu" urban legend yang dominan diperankan oleh perempuan ini menjadi lebih terkenal setelah diadaptasi ke dalam sebuah film.

Dan hasilnya lumayan laris manis dipasaran, saya tidak tahu yang menonton film ini memang ingin melihat "kehororan" film tersebut atau ingin melihat keseksian pemerannya (hantu Indonesia digambarkan dalam film cantik dan seksi).

Mungkin bagi kaum feminis labelisasi hantu perempuan seperti digambarkan dalam urban legend seperti ini cukup mengganggu.

Apalagi jika menelisik pada latar belakang para perempuan itu "menjadi" hantu lantaran perempuan tersebut menjadi korban kekerasan laki-laki yang rata-rata diperkosa atau disakiti secara fisik dan psikis sampai akhirnya meregang nyawa.

Dalam prespektif kaum feminis, hal ini bisa disebut sebagai reviktimisasi korban kekerasan seksual.

Ya bayangkan saja ketika menjadi manusia sebelum mereka digambarkan bermetamorfosis menjadi hantu, perempuan-perempuan itu diperkosa, dilecehkan hingga kemudian di bunuh dengan berbagai cara atau bunuh diri karena tak kuat menanggung derita yang dialaminya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline