Di tengah hingar bingar isu McD dengan BTS Meal-nya dan Goffar Hilman vs Everybody dalam kasus pelecehan seksual. Sebenarnya ada isu yang lebih penting yang sudah sepantasnya mendapat perhatian lebih dari masyarakat lantaran ini berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Pemerintah, saya tidak tahu ini dilakukan diam-diam atau ramai-ramai berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan perluasan objek. Salah satunya yang bakal objek perluasan pajak adalah BARANG KEBUTUHAN POKOK alias SEMBAKO.
Selama ini bahan kebutuhan pokok tak dikenai PPN seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 16/PMK.010/2017, menurut situs Kemenkeu.go.id barang-barang kebutuhan pokok itu meliputi:
- Beras dan gabah. Kriteria yang masuk dalam beras dan gabah yang tidak kena PPN adalah, berkulit, dikuliti, setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, pecah, menir, selain yang cocok untuk disemai.
- Jagung. Kriteria yang masuk dalam jagung yang tidak kena PPN adalah, telah dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit.
- Sagu. Kriteria sagu tidak PPN adalah, empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung kasar dan bubuk.
- Kedelai. Kriteria kedelai yang tidak kena PPN adalah berkulit, utuh dan pecah, selain benih.
- Garam konsumsi. Kriterianya antara lain, garam yang beryodium maupun tidak (termasuk garam meja dan garam didenaturasi) untuk konsumsi/kebutuhan pokok masyarakat.
- Daging. Kriteria daging tidak kena PPN adalah, daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan atau tanpa tulang yang tanpa diolah, baik yang didinginkan, dibekukan, digarami, dikapur, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
- Telur. Kriteria telur yang tidak PPN adalah, telur tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan atau diawetkan dengan cara lain, tidak termasuk bibit.
- Susu. Kriteria susu sebagai barang tidak kena PPN adalah, susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan (pasteurisasi), tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
- Buah-buahan. Kategori buah yang tidak kena PPN adalah buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading, selain yang dikeringkan.
- Sayur-sayuran. Yang masuk kategori sayur-sayuran tidak kena PPN adalah, sayuran segar, yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah atau dibekukan, termasuk sayuran segar yang dicacah.
- Ubi-ubian. Termasuk dalam kategori ini adalah ubi segar, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading.
- Bumbu-bumbuan. Kriteria bumbu-bumbuan yang tidak dikenakan PPN adalah bumbu-bumbuan segar, dikeringkan tetapi tidak dihancurkan atau ditumbuk
- Gula konsumsi. Dalam gula konsumsi, yang tidak dikenakan PPN meliputi, gula kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna.
PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pihak yang membayar PPN adalah konsumen akhir.
Begitu rencana pemerintah pengenaan pajak terhadap barang kebutuhan pokok ini tercium media, mulailah isu ini ramai menjadi perbincangan meskipun tak seramai isu McD dan Goffar Hilman.
Sejumlah pihak menyatakan keberatannya atas rencana pemerintah ini yang akan dituangkan dalam revisi Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang akan dibahas dan disahkan tahun 2021 ini.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kamarussamad misalnya, ia memastikan bahwa dirinya akan menolak apabila barang-barang kebutuhan pokok dikenakan PPN.
"Kami akan menolak apabila ada kewajiban perpajakan baru yang membebani rakyat," katanya, seperti dilansir JPPN.com, Rabu (09/06/21).
Bahkan salah satu pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut rencana pemerintah ini sebagai "bunuh diri" perekonomian Indonesia.
"Pemerintah sepertinya sedang melakukan bunuh diri ekonomi tahun depan. Momentum pemulihan ekonomi justru diganggu kebijakan pemerintah sendiri," ungkap Bhima, seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Merespon berbagai kritik tersebut Staf Ahli Bidang Komunikasi Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo melalui akun Twitter miliknya mengatakan bahwa kebijakan ini sudah diperhitungkan secara matang, dan sudah pasti dilakukan tak membabi-buta.