Wacana tentang pembentukan poros Islam pada Pemilu 2024 mengemuka setelah 2 partai Islam PKS dan PPP bertemu, mereka bersepakat untuk membangun aliansi politik berdasarkan kesamaan basis teologis yang dimiliki kedua partai tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Sekjen PKS Aboe Bakar Al Habsy sesaat setelah kedua Parti Politik berbasis Islam itu bertemu.
"Penjajakan-penjajakan ini masih ada 2,5 tahun atau 3 tahun, eh 2,5 tahun. Sangat memungkinkan [bentuk koalisi parpol Islam]," kata Aboe seperti dilansir CNNIndonesia.com pada Rabu (14/04/21).
Wacana ini bisa jadi menguat lantaran terdapat 3 faktor yang melatarinya, faktor teologis, sosiologis, dan historis.
Faktor Teologis, dalam pandangan ini agama merupakan suatu yang integrated, yang bersatu tak terpisahkan dengan politik. Islam adalah din wa daulah.
Berdasarkan ini maka masalah kemasyarakatan, termasuk di dalamnya masalah negara atau politik, merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari persoalan agama. Sebagai manifestasi dari pandangan ini adalah perlunya kekuasaan politik.
Kekuasaan ini diperlukan dalam upaya untuk menerapkan syariat Islam, hukum-hukum Islam, baik perdata maupun pidana. Dalam rangka itu maka diperlukan partai politik untuk memperjuangkan dan menegakkan syariat Islam.
Dengan demikian, wacana pembentukan poros Islam ini yang memiliki tujuan besar memenangkan pemilu merupakan panggilan dan perwujudan dari pandangan teologis tentang hubungan agama dan negara.
Faktor Sosiologis, mengingat umat Islam di Indonesia merupakan agama mayoritas, dari 270 juta penduduk Indonesia 90 persen diantaranya beragama Islam.
Dengan jumlah yang mayoritas tersebut sudah sepantasnya poros berdasarkan kesamaan teologis, Islam dibentuk. Dalam pandangan mereka secara sosiologis umat Islam akan merasa nyaman jika menyalurkan aspirasi politiknya melalui aliansi partai politik Islam yang kuat.
Kemudian, ada faktor historis, Dalam sejarah di Indonesia Islam merupakan suatu kekuatan yang sangat berperan dalam perlawanan menentang penjajah.