"Hidup sungguh sangat bersahaja, yang hebat-hebat hanya tafsirannya"
Begitu petuah Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya "Rumah Kaca".
Jika diselami dan dirasakan, tulisan yang dinarasikan dalam bentuk roman ini masih relevan dan beriringan dengan konteks zaman yang terus melaju bersama ragam peradabannya.
Jika mengacu pada kalimat pendek Pram tersebut, pada dasarnya 14 Februari yang beberapa hari lagi akan tiba adalah hari biasa saja, tidak ada keistimewaan di dalamnya.
Menjadi berbeda dan bagi sebagian orang terasa lebih menyenangkan karena penanggalan tersebut dimaknai sebagai hari kasih sayang.
Pemaknaan terhadap simbol dan angka dalam bulan atau tahun bisa muncul lantaran beragam faktor. Diantaranya adalah karena pengalaman atau sejarah yang kemudian dintepretasikan dalam sebuah perayaan.
Ada banyak spekulasi terkait sejarah bagaimana tanggal 14 Februari kemudian dimaknai sebagai hari kasih sayang.
Sebagian menyebut hal ini berawal dari tradisi kepercayaan paganisme di zaman Romawi Kuno Lupercallia atau festival kesuburan bagi perempuan yang dirayakan tiap tanggal 13 hingga 15 Februari.
Kemudian ada kisah lain yang cukup populer mengenai sejarah hari valentine yang melibatkan sosok seorang Santo yang bernama Valentine.
Ia meninggal secara tragis lantaran dieksekusi pada tanggal 14 Februari sesaat setelah menikahi seorang wanita muda.
Terlepas dari kontroversi sejarahnya, 14 Februari di zaman modern ini menjadi semacam budaya pop kaum urban yang oleh sejumlah pihak dituding sengaja diadakan demi kepentingan kapitalisme, untuk mendongkrak penjualan kartu ucapan semacam Hallmark, Coklat, dan barang-barang lain yang dianggap mewakili ungkapan cinta.