Dalam perjalanan menuju kantor, saya mendapat kabar dari salah satu teman Kompasiana yang berdomisili di Amerika Serikat yang mengungkap bahwa kerusuhan terjadi di Gedung Kongres Amerika Serikat.
"I told u its gonna be ugly! Roesoeh di US Capitol!" Ujar Mba Widz begitu kami memanggilnya.
Lah kenapa?
Ternyata para pendukung Presiden AS petahana Donald Trump Rabu (6/01/21) waktu setempat merangsek masuk berusaha menduduki Gedung Kongres yang saat itu tengah dalam proses pengesahan hasil pilpres AS 2020 yang memenangkan pasangan dari Partai Demokrat Joe Biden-Kamala Haris.
Ribuan pendukung Trump yang bertindak anarkis tak mampu dihalau oleh polisi yang berjaga di depan Gedung yang biasa disebut Capitol Hill ini.
Menurut sejumlah media di AS, kerusuhan ini akibat Trump terus menerus melakukan penolakan hasil pemilu dan berusaha terus melakukan provokasi terhadap para pendukungnya.
Salah satu media terkemuka di AS, Washington Post dalam editorialnya menyebutkan bahwa tanggungjawab situasi rusuh di Gedung Kongres AS yang menimbulkan 4 korban meninggal dunia ini ada di pundak Presiden Trump.
Karena itu, masa kepresidenan Trump yang tinggal tersisa beberapa hari itu harus segera diakhiri. Jika tidak potensi rusuh yang merupakan ancaman besar bagi demokrasi Amerika Serikat bisa terjadi lagi.
Dengan keras Washington Post meminta untuk segera menyingkirkan Trump dari kursi Kepresidenan AS secepat mungkin.
Dalam kaitannya dengan kerusuhan ini pesan-pesan berupa text dan video yang dicuitkan Trump di 3 platform media sosial Twitter, Facebook, dan Youtube dihapus oleh pengelola platform medsos tersebut.
Pesan tersebut dihapus lantaran dianggap memanaskan para pendukungnya yang saat itu tengah berdemonstrasi yang oleh Washington Post disebut dilakukan oleh "massa yang kejam".