Lihat ke Halaman Asli

Efwe

TERVERIFIKASI

Officer yang Menulis

Ketika Pemerintah Lembek terhadap Pelanggar Protokol Kesehatan

Diperbarui: 15 November 2020   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pikiran-rakyat.com

Saya enggak tahu apa yang sedang merasuki pemerintah negeri ini. Disaat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini yang salah satu ultimate protocol-nya mencegah orang berkerumun disuatu tempat dalam waktu bersamaan.

Membiarkan berkali-kali kerumunan itu terjadi hanya karena dilakukan oleh seorang Rizieq Shihab dan para pengikutnya.

Bukan kerumunan puluhan atau ratusan orang seperti di restauran,  bioskop , kantor, atau sekolah, tapi ribuan bahkan puluhan ribu orang berkerumun disatu tempat yang sama dalam waktu bersamaan.

Di Indonesia larangan berkumpul dalam jumlah besar dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19 itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Seperti kita tahu aturan itu dibuat agar dipatuhi oleh seluruh rakyat atau siapapun yang hidup di Indonesia tanpa terkecuali.

Selain itu semua juga mafhum dan mengalami, akibat dari aturan ini diberlakukan sekolah harus ditutup, aktivitas ekonomi yang dilakukan secara tatap muka dihentikan atau dibatasi.

Seluruh kehidupan sosial kita berubah total, masyarakat diminta sebisa mungkin untuk tetap berada di rumah dan tak berkerumun.

Kemudian, dampak dari seluruh penghentian dan pembatasan ini, para pelaku usaha dari yang paling besar hingga yang paling kecil menjerit terkena dampaknya.

Yang kemudian membuat pertumbuhan ekonomi terkontraksi sangat dalam 2 kuartal berturut-turut yang memastikan Indonesia terjun ke jurang resesi, terdalam sejak krisis ekonomi 1998. 

Nyaris seluruh belanja pemerintah di realokasikan untuk pencegahan dan penanganan dampak penyebaran virus corona seri terbaru ini. 

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dimana-mana, menurut data Biro Pusat Statistik (BPS)  pada Agustus 2020 pengangguran melesat naik,  dari 7,01 juta orang di periode yang sama 2019 menjadi 9,77 juta orang.

Dari manusia dewasa hingga bayi baru lahir pun terefek akibat pemberlakukan kebijakan yang secara akronim di sebut PSBB ini.

Selama 6 bulan lebih kita semua sudah berada dalam situasi seperti ini, pelanggaran terhadap PSBB akan menghadapi berbagai konsekuensi hukum mulai dari hukuman ringan hingga denda.

Bagi korporasi konsekuensinya mulai dari penutupan usaha sampai dengan denda hingga jutaan rupiah. Dan masyarakat, berusaha sangat keras untuk menaatinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline