Lihat ke Halaman Asli

Efwe

TERVERIFIKASI

Officer yang Menulis

Misteri Emas Jarahan Seberat 57 Ribu Ton Milik Trah Raja Yogyakarta yang di Rampas Inggris

Diperbarui: 9 Agustus 2020   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hyoe.grid.id

Keturunan atau trah Sultan Hamengku Buwono II menuntut Pemerintah Inggris untuk mengembalikan harta rampasan yang pernah di jarah Inggris dalam Perang atau Geger Sapehi atau Geger Sepoy yang terjadi pada tahun 1812.

Harta yang diklaim oleh trah HB II yang saat itu berkuasa sebagai Raja Yogyakarta berupa berbagai manuskrip kuno yang jumlahnya ribuan, dan yang paling mengejutkan trah HB II menuntut pengembalian emas dengan kuantitas yang sangat besar, 57 juta kilogram, atau 57 ribu ton.

Jumlah yang tak masuk akal sih sebenarnya, karena menurut World Gold Council total jumlah emas yang berhasil di tambang manusia hingga saat ini hanya sekitar 190 ribu ton.

Andai klaim itu benar, berarti lebih dari 25 persen emas yang ada di dunia saat ini milik Trah HB II. Mungkin jika kita kembali ke abad 18 saat Sultan HB II berkuasa jumlah 57 ribu ton itu setara dengan 50 persen atau lebih jumlah emas yang ada di dunia.

Apabila dikonversikan, emas tersebut ke dalam mata uang rupiah dengan memakai patokan harga emas mulia Antam per hari Sabtu (08/08/20) kemarin,  ada di posisi Rp. 1,055 juta per gram maka nilainya menjadi Rp. 60,13 ribu triliun.

Jumlah yang luar biasa fantastis, 30 kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia atau 4 kali Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Waw.. jadi dengan logika-logika sederhana seperti itu saja rasanya klaim ini kok hanya bualan belaka. 

Meskipun kejadian penjarahan itu benar adanya, menurut pakar sejarah bahwa kejadian Geger Sapehi atau Geger Sepoy ini  memang terjadi dan pasukan Inggris yang jumlahnya sekitar 5.000  personil sempat menguasai Jawa secara singkat dan melakukan penjarahan besar-besaran di Keraton Kesultanan Yogyakarta.

Geger Sepoy ini berawal dari bangkrutnya perusahaan dagang VOC milik belanda pada tahun 1799. Penguasaan Hindia-Belanda diserahkan kepada Republik Batavia, bentuk negara saat dikuasai Perancis.

Di masa ini Herman William Deandles dikirim ke Jawa untuk menjadi Gubernur Jenderal selama 3 tahun mulai dari tahun 1808 hingga 1811.

Deandles saat itu memiliki beberapa agenda, selain membangun jalan antara Anyer hingga Panarukan melalui kerja paksa, secara politis ia juga ingin mengurangi kekuasaan Raja-Raja Jawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline