Tak ada satu pun manusia yang hidup di dunia ini mampu melawan waktu. Usia terus bertambah, semakin lanjut usia, segala kemampuan fisik, pikir, dan kognitif pun akan mengalami degenerasi, semua sadar akan itu.
Selain itu terdapat kesadaran dari para senior untuk memberikan jalan kepada generasi yang lebih muda untuk memimpin, agar suksesi yang dilakukan bisa lebih smooth terjadi.
Pikiran seperti inilah yang mungkin terbersit dari Megawati Soekarnoputri Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saat menyerukan regenerasi total di PDIP pada tahun 2024 dalam acara peresmian 20 kantor DPD/DPC yang dilakukan secara virtual, Rabu (22/07/20) lalu.
"Saudara-saudara, kita akan melakukan sebuah regenerasi. Dapat dikatakan total pada 2024," kata Megawati, seperti dilansir MediaIndonesia.Com
Untuk urusan regenerasi ini memang PDIP kelihatannya seperti jalan ditempat. Sejak Megawati terpilih menjadi Ketum tahun 1996,tak terlihat ada usaha-usaha regenerasi pemimpin Partai.
Ini lah kali pertama Megawati sebagai Ketum Partai berlambang banteng moncong putih menyerukan regenerasi secara terbuka dihadapan para kadernya.
Meskipun dirinya tak memberikan rincian secara jelas regenerasi total macam apa yang diharapkannya, apakah ini merupakan pertanda ia akan mundur sebagai Ketum PDIP atau lebih pada regenerasi di layer kedua, di luar jabatan Ketum Partai?
Asumsi saya sih jika yang dimaksud Mega itu seruan regenerasi total, artinya Megawati tak akan menjadi Ketum PDIP lagi. Meminjam istilah Presiden ke 2 Indonesia Soeharto, Megawati sepertinya bakal " lengser keprabon, mandhek pandito"
Ya sudah tepat rasanya jika Megawati menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan PDIP kepada yang lebih muda, dan ia menjadi guru bangsa saja mengayomi rakyat Indonesia.
Namun persoalannya kemudian, kepada siapa tongkat estafet ini akan diberikan, apakah masih berkutat dalam lingkup Trah Soekarno atau pihak di luar keluarga yang memiliki jiwa kejuangan yang sesuai dan sejalan dengan ideologi PDIP dan pemikiran Soekarno?
Selain itu ada yang harus dicermati, yakni kemungkinan adanya faksi-faksi di dalam Partai, jika trah Soekarno tak lagi memegang jabatan Ketum partai.
Gejolak internal yang terjadi belakangan belum dapat terukur secara benar, karena regenerasi yang terjadi selama ini hanya sebatas penggantian Ketua DPP saja belum menyentuh sampai pucuk pimpinannya.