Tatanan pola hidup dalam bingkai kenormalan baru seperti nya menjadi sebuah keniscayaan yang tak terhindarkan lagi.
Sebetulnya tatanan kenormalan baru ini tak perlu dilakukan andai vaksin virus corona seri terbaru SARS NCov-2 telah ditemukan dan siap untuk diproduksi secara masal, atau paling tidak obat yang memang dedicated untuk Covid -19 sudah bisa dipergunakan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, paling tidak, ada 100 lebih penelitian untuk menemukan anti virus dan obat penangkal bagi Covid-19 yang kini tengah dilakukan.
Variasi waktu yang dibutuhkan agar vaksin dan obat Covid-19 itu bisa sampai ke tangan masyarakat dunia sekitar 9 hingga 3 tahun.
Artinya selama itu kita harus siap menghadapi hidup berdampingan dengan virus yang terus mengintai hidup kita.
Protokol kesehatan dalam menghadapi virus agar penyebarannya tak terus meluas, sepanjang antivirusnya belum ditemukan adalah menjaga jarak, menjaga imunitas dan kebersihan diri. Itu saja tak bisa yang lain.
Protokol kesehatan tersebut implementasinya dilaksanakan berbeda- beda di setiap negara atau wilayah, ada yang melakukan Lockdown atau karantina wilayah, ada juga karantina wilayah secara moderat atau di Indonesia disebut sebagai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Konsekuensi dari kebijakan tersebut ialah setiap warga sebuah wilayah yang melaksanakan kebijakan PSBB atau lockdown dipaksa untuk tinggal di rumah saja, boleh keluar hanya untuk kebutuhan yang sangat penting yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pokok dan kesehatan atau bekerja di tempat-tempat seperti yang sudah digariskan dalam aturan-aturan tersebut.
Idealnya seluruh warga itu ya berdiam di rumah agar kurva penyebaran virus melandai hingga kemudian berhenti sama sekali.
Tapi penanganan penyebaran virus itu tak berada di ruang hampa, karena harus beririsan tebal dengan aspek sosial, ekonomi, budaya hingga politik, sehingga kata ideal itu hanya sebuah utopia semata.
Konsekuensi dari merumahkan masyarakat, terutama adalah tersendatnya aspek ekonomi, karena mobilitas manusia merupakan nyawa dari berputarnya ekonomi disebuah negara atau wilayah.