Setelah di periode pertama Pemerintahan Jokowi menitikberatkan pada pembangunan fisik, infrastruktur dari jalan hingga bendungan. Periode ke dua titik berat pembangunannya ada disisi no fisik, yakni pembangunan sumber daya manusia.
Berbagai program mulai dicanangkan untuk mem-blowing up implementasi penguatan sumber daya manusia ini. Walaupun sebenarnya ada 2 ruang besar dalam pengembangan SDM ini.
Pertama, Kesehatan, sejatinya kesehatan merupakan pondasi awal agar memiliki sumber daya manusia unggul mulai dari masa kehamilan sang ibu, melahirkan, masa perkembangan anak.
Tanpa sistem kesehatan yang baik rasanya, pendidikan menjadi seperti istana yang dibangun di atas pasir.
Kedua, pendidikan, apabila kita di sisi anggaran komitmen pemerintah di bidang pendidikan sudah tak diragukan lagi. Bayangkan Indonesia mungkin satu-satunya negara yang menyebutkan angka tertentu dalam Undang-Undang dasarnya.
Jelas dan terang dalam UUD 1945 di sebut anggaran pendidikan dalam APBN harus minimal 20 persen dari total keseluruhan APBN. Cukup besar jika mengacu pada APBN 2020 yang jumlahnya Rp.2.400 triliun berarti Rp.480 triliun di dedikasi kan buat sektor pendidikan.
Namun apa yang terjadi? bila memakai ukuran kuantitatif seperti standar dengan scoring tertentu. Angka dua digit anggaran APBN itu tak berarti apa-apa bagi pendidikan Indonesia ternyata, kalau meminjam istilah mantan Menteri Keuangan tahun 2013-2014, DR.Chatib Basri, "Double for Nothing".
Buktinya , hasil Programme for Internasional Student Assesment (PISA) yang dikeluarkan oleh Organization for Economic and Co-operation Development (OECD) Indonesia berada di peringkat bawah.
Pengukuran PISA bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan di suatu wilayah tertentu dengan mengukur kinerja siswa di pendidikan menengah pada bidang sains, matematika dan literasi.
Bayangkan untuk kemampuan membaca saja siswa Indonesia berada dalam kondisi kurang dan posisinya diperingkat bawah bersama negara Kosovo, Republik Dominika, Maroko, Kazhakstan, dan Filipina.
Skornya hanya 371 sementara rerata negara OECD kisaran skornya ada dilevel 487, jangan tanya dengan peringkat 1 yang diduduki China yang skornya 555.