Lihat ke Halaman Asli

Elpiji: Semua Akan Meledak pada Waktunya

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tadi sore aku membaca surat kabar Kompas edisi Minggu (5/1/14). Kompas edisi Minggu memang yang paling kutunggu-tunggu. Sebab, rubrikasinya yang menjadi penarik utama minat bacaku, terutama pada rubrik Seni, Perjalanan, Hiburan, Kehidupan, Aksen, dan lain-lain. Kulihat di halaman depan ada beberapa headlines yang terpampang. Aku, biasanya, tak begitu menghiraukan headline-headline. Sudah kuduga; lebih banyak masalah di sana ketimbang berita baik. Ada sebanyak tiga headlines yang kudapati, Musim Dingin Buruk Ancam AS, Presiden Turun Tangan untuk Atas Kenaikan Elpiji, dan Halo… Bisa Bicara dengan Telepon Umum?.

Headline mengenai kenaikan harga elpiji sebenarnya yang paling aku tak minati. Kenapa? Karena Ibuku tak memakai tabung gas untuk memasak di dapur kesayangannya. Menariknya, sejak pertama dilahirkan, Ibuku yang kini berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil itu mengaku memang tak pernah tertarik untuk menggunakan jasa elpiji sebagai pengganti minyak tanah. Menurutnya, minyak tanah lebih aman, nyaman, dan tidak akan menyebabkan ledakan seperti yang ia lihat di berita-berita televisi. Di kampung kami, Kab. Karimun Kepulauan Riau, 1500ml minyak tanah harganya sekitar Rp. 8500. Syukurnya, Ibu tak pernah keberatan untuk membelinya.

Jadi, memang sejak dulu pula telah kusimpulkan perkara ini sebagai rasa takut Ibu akan ledakan yang berpotensi mengancam dirinya dan keluarga di dapur nanti. Tabung gas 12 Kilogram menjadi pembicaraan yang menasional sebagai pembuka awal tahun 2014 di republik ini. Terhitung sejak 1 Januari 2014 lalu, PT. Pertamina telah menaikkan harga tabung gas muatan 12 Kilogram menjadi Rp. 135.000 – Rp. 150.000 dari yang sebelumnya Rp. 85.000 – Rp. 90.000. Jadi, kenaikan harganya sekitar 68%. Luar biasa sekali, bukan? Dulu pemerintah menyelamatkan rakyatnya dari kenaikan harga minyak tanah (dan BBM lainya) dengan menyediakan tabung gas. Setelah diselamatkan dan dibuat ketergantungan, kini tabung gas yang dinaikkan.

Hebatnya, Ibuku tak mau ambil pusing mengenai kenaikan harga tabung gas ini. Ia mengaku masih merasa sangat nyaman dengan minyak tanah beserta kompor khasnya itu. Kupetik sebuah pelajaran dari yang sering ibu ceritakan terkait permasalahan ini. Ibu sering berujar, “Ibu tak mau menggunakan tabung gas, Nak. Ibu takut meledak!”. Luar biasa, bu! Ternyata 1 Januari 2014 lalu, harga tabung gas 12 Kilogram dan tabung gas 3 Kilogram (gas melon) benar-benar meledak di kuping rakyatnya! Semua akan meledak pada waktunya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline