Lihat ke Halaman Asli

Bersiaplah, Pemecatan Besar-besaran Akan Terjadi

Diperbarui: 5 November 2017   14:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perlambatan Ekonomi Memang Terjadi

Seperti yang dimuat pada Kumparan.com, ternyata ekonomi Indonesia memang melambat. Masalah perlambatan ekonomi terasa di berbagai lini. Tak cuma pedagang dan toko retail yang sedang terpukul saat ini. Produsen barang konsumsi atau kebutuhan konsumen (Fast Moving Consumer Goods / FMCG) juga menderita perlambatan pertumbuhan penjualan selama sembilan bulan pertama tahun ini. Hal tersebut semakin mempertegas indikasi melemahnya daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah-bawah, ketimbang pengaruh tren penjualan secara elektronik (e-commerce).

Berdasarkan data lembaga survei Nielsen, penjualan barang konsumsi selama periode Januari-September 2017 hanya tumbuh 2,7%. Angka ini melanjutkan tren perlambatan penjualan FMCG yang tahun lalu tumbuh 7,7%, atau di bawah rata-rata pertumbuhan tahunan penjualannya sebesar 11% selama lebih 10 tahun ini.

Data tersebut terlihat cukup sahih, apalagi jika melihat data-data yang lain. Fenomena lesunya penjualan barang konsumsi juga terlihat merata di seluruh daerah. Di DKI Jakarta, penjualan FMCG turun 2,3%. Begitu pula di Jawa Timur yang turun 0,1%. Sedangkan penjualan barang konsumsi di Jawa Barat dan Jawa Tengah masih naik tipis masing-masing 6,1% dan 1,7%. Padahal, empat provinsi di Pulau Jawa ini menguasai 68% total pasar penjualan barang konsumsi di seluruh Indonesia.

Daya beli masyarakat menengah ke bawah tertekan

Data dari Nielsen menjelaskan penyebab penurunan konsumsi barang rumah tangga karena pelemahan daya beli pada masyarakat menengah ke bawah. Pelemahan daya beli disebabkan turunnya take home pay dan sebaliknya biaya kebutuhan hidup meningkat.

Penghasilan masyarakat turun karena tak ada kenaikan gaji atau kenaikan yang tak signifikan, juga berkurangnya tambahan pemasukan dari lembur, ketiadaan komisi atau sumber lainnya. Sementara biaya hidup dan pengeluaran meningkat seperti tarif listrik, biaya makanan, dan belanja sekolah.

Masyarakat pun berhemat dengan mengerem belanja yang membuat konsumsi mi intan turun 2,7% dan kopi instan turun 1,5%. Sebaliknya, masyarakat memilih membawa bekal makanan dan membuat snack sendiri yang terlihat dari peningkatan belanja tepung terigu 28,1%, minyak goreng (13,4%) dan susu cair (13,8%). Mereka juga memilih produk dalam kemasan kecil (sachet) untuk mengontrol penggunaannya.

Pemerintah tidak tinggal diam, bahkan desas-desus bahwa pemerintah DKI Jakarta akan menaikkan UMR pada bulan November ini. Apakah penaikan UMR menjadi langkah tepat bagi kondisi ekonomi saat ini?

Analisa Marxis Terkait Kondisi Ekonomi.

Mungkin semua ekonom konvensional akan bingung dengan kondisi yang terjadi, tapi dari kacamata persepektif kiri, kondisi ini memang sudah bisa diprediksi. Kapitalisme sudah punya fitur kontradiksi yang "included" didalam dirinya. Kapitalisme pasti akan membawa kesenjangan ekonomi anatara si kaya dan si miskin, serta adanya "business cycle atau boom & bust". Kondisi ekonomi Indonesia yang sedang melambat pertanda akan adanya bust/resesi yang segera terjadi jika tidak ada intervensi dari masyarakat atau pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline