Soempah Pemoeda yang dikumandangkan tanggal 28 oktober 1928 adalah wujud sebuah persatuan, semangat dan militansi yang dilakukan kaum muda. Soempah Pemoeda adalah sebuah ikrar kebangsaan yang lahir dari Kongres Pemoeda ke-2 di Jakarta pada tanggal 27 oktober -28 oktober 1908. Kongres Pemoeda ini diprakarsa oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dengan berbagai organ relawan pelajar dan pemoeda. Mohammad Yamin adalah tokoh sentral lahirnya ikrar kebangsaan tersebut bersama tokoh-tokoh lain seperti Soegondo Djojopoespito (PPI), Joko Marsaid (Jong Java), Amir Sjarifoeddin (Jong Bataks Bond), Mohammad Yamin (Jong Soematranen Bond), Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond), R. Katja Soengkana (Pemuda Indonesia), Rumondor Cornelis Lefrand Senduk (Jong Celebes), Johannes Leimena (Jong Ambon), Mohammad Rochjani Su'ud (Pemuda Kaum Betawi), W. R. Soepratman (Pencipta lagu Indonesia Raya) dan tokoh-tokoh lainnya.
Ikrar kebangsaan itu menjadi sebuah tonggak perjuangan kaum muda untuk berkontribusi terhadap kemerdekaan Bangsa Indonesia yang hasilnya dapat dinikmati hingga sekarang. Kini sudah 96 tahun berlalu semangat itu sekarang kini pudar dan tidak muda lagi.
Muda jika diartikan dalam sebuah pendekatan frasa adalah bebas, enerjik, cekatan, gesit, tegas dan tidak memiliki beban masa lalu, namun kini muda itu menjadi sebuah magnet bagi kaum tua. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Kepemudaan menyatakan bahwa pemuda adalah rentang usia 16 tahun sampai dengan 30 tahun. Undang-Undang ini jelas menerangkan usia tentang kepemudaan, namun mari kita lihat sekeliling bahwa organisasi-organisasi pemuda sekarang dipimpin oleh kaum tua dengan alasa "Muda bukanlah tentang usia namun mentalitas"
Sebut saja satu organisasi yang berskala nasional yang dipimpin oleh pemuda dengan rentan usia menurut undang-undang? Dapat dikatakan tidak ada. Kini organisasi pemuda dipimpin oleh kaum tua yang tentunya memiliki orientasi dan beban masa lalu sehingga akan sulit berharap pada pemuda untuk melakukan pembaharuan dikarenakan semangat, peluang, suara, ide, kreativitas dan inovasi mereka telah direbut kaum tua.
Bagaimana refeleksi kemerdekaan dapat diwujudkan jika kaum muda yang diharapkan bergerak cepat harus menanti sang Ketua yang harus terlebih dahulu mikirin cucu, anter istri, jadwal berobat kerumah sakit, urusin usaha dan lain sebagainya. Tentu Ikrar Kebangsaan itu hanya akan menjadi senandung sunyi yang dibutuhkan kaum tua dikala sunyi juga.
Lantas Bagaimana peran pemerintah ?? Ini menjadi sebuah fenomena bahwa pemerintah "break the law" dimana pemerintah sendiri memberikan legitimasi dan pengesahan punggawa organisasi pemuda dipimpin oleh kaum tua sementara undang-undang menetapkan berbeda. Pemerintah jangan berharap lebih dari pemuda selama organisasi kepemudaan diberikan legitimasi sebagai motor penggerak, maka organisasi itu akan usang dan hilang kemudaannya secara prematur. Pemerintah harus memberikan kesempatan bagi kaum muda dan menolak secara tegas legitimasi organisasi kepemudaan yang dipimpin oleh kaum tua, setelah itu barulah bicara agenda kebangsaan.
Selamat hari Soempah Pemoeda!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H