Musik adalah sumber potensial masih menjadi hambatan budaya di Papua Barat. Arnold Ap dan Mambesak masih populer di Papua Barat, dan karya-karya mereka dipandang sebagai simbol identitas Papua Sejak 1990-an. Namun pemerintah Indonesia melarang untuk orang Papua mengungkapkan bentuk-bentuk budaya pribumi yang melambangkan jatidiri mereka. Menurut Danilyn Rutherford, Associate Professor of Anthropology, University of Chicago, akses yang terbatas memfasilitasi gambar expressivity budaya toleransi dan "kesatuan dalam keragaman," moto nasional resmi. Maka tidak mengherankan apabila musisi lain yang lahir dari tanah Papua dikejar, disiksa, bahkan dibunuh dengan tuduhan gombal. Contohnya, Black brother dll.
Daerah yang berasal dari berbagai suku dan bangsa di Papua. Di era 1970-an lagu-lagu daerah cukup meletup dikuping orang yang dilantumkan group Band Manyori (burung Nuri). Nama Manyori ini tidak bertahan lama karena burung Nuri lebih merupakan burung suci orang Biak Numfor saja, sementara burung kuning dihormati oleh semua suku-suku di seluruh Papua Barat sebagai mahkota kepala suku. Maka pada era 1980-an lahirlah Mambesak "Cenderawasih atau burung kuning".
Group Mambesak mampu menggarab Lagu-lagu daerah Papua Barat dengan bahasa suku yang ada di Papua kemudian di arrangements dengan alat musik lokal yang sangat sederhana seperti Tifa, Suling bambu, Tambur, Ukulele, Tabura (kulit Kerang) dan lainnya.
Lagu-lagu daerah Papua yang dinyanyikan kelompok Mambesak mewakili suku dan bahasa masing-masing daerah seperti Waniambei (Tobati -- Jayapura), Na Sisar matiti (Teluk Bintuni), Lenso Inoni Nifako(Waropen), Akai Bipa Mare (Mimika), Basiri Buruai (kaimana), Henggi Iha (Fak Fak), Yapo Mamacica (Asmat), Mate Mani Inanwatan (Sorong), Nit Pughuluok En (Kurima -- Jayawijaya), Wayut Lo (Muyu-Merauke), Piruje (Moor-Nabire), Omentaiseo (Teminabuan-Sorong), Syowi Yena (Biak-Numfor) dan Maitwu Som (Arso-Jayapura).
Keunikan Mambesak
Budayawan sekaligus seniman legendaris group musik Mambesak William A. Kiryar, menilai warna musik khas Papua adalah kroncong. Yang menjadi keunggulan, sekaligus membedakan musik lain dengan musik Papua adalah musik tifa dan okulele. Cara memukul guitarnya juga beda. Kadang mat-nya (iramanya) tidak menentu. Musik Papua merupakan kolaborasi musik akustik yang tidak menggunakan guitar strom, okulele dan bass dua tali buatan sendiri ditambah tifa.
Misalnya, awalnya kita bisa main dengan 4/4, tapi di pertengahan bisa berubah menjadi 2/3, atau 3/4. Ada lagu yang pukulan musik dan syairnya dinyanyikan dengan memainkan musik dalam tempo yang sama 4/4, tapi ada yang temponya tidak menentu. Tergantung dari masing-masing lagu rakyat di setiap daerah. Setiap irama lagu di setiap setiap daerah dinyanyikan sesuai dialeg bahasanya. Itu yang membuat iramanya tidak konsisten dalam menyanyikan sebuah lagu daerah Papua.
Lagu-lagu daerah Papua lebih cocok dinyanyikan dan diiringi dengan alat-alat musik akustik: guitar, tifa, okulele, bas dua tali. Roh musik khas Papuanya ada di situ. Kalau kita pakai lagu Papua dengan alat musik seperti keyboard, guitar-guitar strom, bass strom, ada yang bagus dan ada yang kedengarannya tidak enak. Jika menyanyikan lagu-lagu Papua dalam musik-musik modern itu, kedengarannya akan enak kalau dalam aransemennya ada panduan instrumen okulele, dan tifa. Tapi kalau lagunya dinyanyikan monoton organ, itu tidak enak didengar, Setiap lagu dan musik Papua itu petikan bassnya tidak dengan elektronik. Bunyi musik okulele Papua juga beda dengan yang lain, seperti di PNG dan negara-negara Pasifik, jelas wiliam.
Lagu-lagu dan tari-tarian daerah yang dikembangkan Mambesak kaya dengan keragamannya karena semua anggotanya mahasiswa Universitas Cenderawsih. Ada juga beberapa PNS diluar kampus yang punya bakat seni bersatu dengan mahasiswa. Waktu liburan, kalau ada mahasiswa yang pulang ke daerah, terutama anggota Mambesak, pulang wajib bawa lagu, kemudian diaransemen di Loka Budaya Uncen.
Selain itu, masyarakat yang mendengar musik Mambesak langsung mengirim lagu-lagu dari daerah ke Mambesak. Ada yang direkam di kaset, ada yang ditulis tangan lengkap dengan not-notnya, dibawa dan dilatih di Istana Mambesak di Uncen. Sehingga Mambesak tidak pernah kekurangan lagu-lagu dari setiap suku daerah di Papua.