Lihat ke Halaman Asli

Fernandes Nato

Guru | Cricketer | Bererod Gratia

Puasa dan Makan Kenyang Sekali

Diperbarui: 22 Februari 2023   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"... apa yang diperbuat oleh tangan kirimu, juga harus diketahui tangan kananmu. Tangan kiri memberi dan tangan kanan memotret sembari selfi..." Kurang lebih ini adalah salah satu bagian terlucu penghalau kantuk dari obrolan suatu siang dengan salah seorang siswa kelas XII yang pada siang itu 'angkring' di ruang guru. Ia datang ke kantor guru karena sedang gabut (antara malas atu lagi bosan dengan pelajaran). Ia bercerita bahwa setelah lulus SMA/K dia akan masuk seminari tinggi di Malang untuk menggapai cita-citanya menjadi seorang Pendeta.

Obrolan tersebut betapapun tidak berfaedahnya dan mencoba mencari sisi jenaka  dari ayat alkitab (walaupun sebenarnya tidak boleh) tetap saja menjadi sebuah obrolan yang sangat menggelitik sebab menikam kecenderungan laku narsistik banyak orang di abad digital ini.  Ayat tersebut merupakan sebuah, sebut saja, parafrase dari Mat.6:3-4: Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi , maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

Pada hari ini, Rabu 22-02-2-23, merupakan hari Rabu Abu, sebuah perayaan pertobatan dan penyangkalan diri sebagai seorang beriman Katolik. Sebuah perayaan tanda pembalikan arah jalan pulang pada fitrah manusia sejati yangbekesadaran sebagai makhluk yang telah diciptakan oleh Allah. Sebuah jalan pulang untuk bersimpuh di kaki Bapa sembari menimba kebijaksanaan injil. Misa Rabu Abu dan penerimaan abu menjadi tanda awal pertobatan tersebut dimana setiap orang menerima abu sebagai peringatan bahwa hanya debu tanahlah aku di alas kaki Tuhan. Perayaan tobat sersebut juga ditandai dengan puasa atau mati raga selama 40 hari lamanya hingga hari PASKAH Tuhan.

Mengapa harus berpuasa atau mati raga? Tentu saja berdasar bai itu pertimbangan biblis, kesehatan, dan juga pertimbangan sosiologis. Puasa atau mati raga sensiri telah diteladankan Tuhan Yesus sendiri selama 40 hari lamanya dengan mengalami desert life, hidup di padang gurun sebelum menjalankan tugas perutusan dan penyelamatan terhadap manusia dari perbduakan dosa. Roh itu kuat sedangkan tubuh lemah. Proses mati raga tersebut menjadi sebuah upaya iman yang sadar agar tubuh yang meruoakan kenisah Allah mengikuti keinginan Roh untuk terarah pada kehendak Allah. Dalam tubuh yang terkendali dan teradah pada yang Ilahi memiliki kondisi kejiwaan yang stabil serta sehat. Sedangkan pertimbangan sosiologisnya dimana kita dituntut untuk solider terhadap sesama yang tidak mengalami keberuntungan dalam hidup. 

Pertobatan dalam ajaran terwujud dalam dua tindakan konkret yaitu Puasa dan Pantang. Puasa dilakukan  dengan hanya makan kenyang sekali saja, boleh saat pagi, siang, atau malam. Sedangkan pantan itu adalah mengurangi kesenangan-kesenangan tertentu dan juga kelekatan akan kenikmatan tertentu dari sesuatu yang menjadi hobi kita, baik itu makanan, minuman, kebiasaan, dan kebiasaan buruk (psikologis). Makan kenyang sekali itu tidak juga membuat kita kreatif: Pagi Makan kenyang, Siang makan kenyak, dan malam makan kenyang sekali. Tetapi hanya satu kali makan kenyang saja.  Harapannya agar dua makan kenyang lainnya dapat kita gunaan sebagiannya untuk berbagi dengan sesama (solider) yang berkekurangan.

Saat masa pertobatan atau pra paskah ada tiga hal utama yang harus dilakukan yaitu BERDOA, PUASA/MATI RAGA, DAN BERAMAL KASIH. Sangat penting untuk menjaga Mulut (pikir dan tutur), Perut (dorongan-dorongn thums dan ephitumia melalui makanan dan kesenangan lainnya), dan jari-jemari.  Agar kiranya iman dan kesadaran (rasio) selalu menjadi penyering yang selalu bersih dalam memberi tanggapan berbagai peristiwa di luar diri kita dan juga sebagai pengendali terhadap seluruh tindakan kita. Jemari-jemarin lentik harus tunduk pada hukum-hukum nalar sehingga tidak menjadi sumber atau penyebab berbagai penyakit radikalisme.

Puasa orang Katolik harus tetap memampukan nalar untuk kreatif, produktif, dan transformatif. Jangan membuat alasan yang macam-macam karena puasa untuk membenarkan kemalasan dan hal negatif lainnya. Lakukan segala sesuatu penuh kegembiraan dan sukacita sehingga dapat menimbulkan pertobatan dan perubahan pola laku.

Selamat merayakan masa pra Paskah atau masa puasa bagi umat katolik. Robeklah hatimu tapi jangan jubahmu. Janganlah muram mukamu tapi minyakilah rambutmu. Berdoalah senantiasa agar tidak jatuh ke dalam pencobaan. Selamat menghayati  masa pra Paskah dan juga bersama mendaratkan  tema Akasi Puasa Pembangan untuk sejahtera bersama.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline