Lihat ke Halaman Asli

Fernanda Rio Prayoga

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jember

Ancaman Laut China Selatan Menjadi Penentu Kedaulatan Indonesia

Diperbarui: 30 Mei 2024   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

asia.businessupturn.com

Laut Indonesia memiliki keanekaragaman alam yang bisa diolah untuk kemaslahatan bangsa. Namun dibalik banyaknya sumber daya, terdapat dinamika regional maupun internasional yang sangat kompleks.

Konflik Laut Cina Selatan (LCS) masih banyak isu yang belum terselesaikan secara konkrit, wilayah yang terdampak terfokus pada wilayah hukum Indonesia yakni Zona Ekslusif Indonesia Laut Natuna Utara. 

Jaminan keamanan maritim Indonesia tidak terasa secara langsung, namun kedaulatan yang diintervensi oleh militer asing memicu eskalasi yang lebih besar. Laut China Selatan memang jalur poros maritim dunia yang strategis dan banyak memiliki sumber daya alam potensial. Laut China Selatan dikeliling oleh negara Asia Tenggara seperti, Vietnam, Malaysia dan Indonesia.

Klaim sepihak dari Tiongkok, Nine Dash Line atau disebut sembilan garis putus-putus berada pada Laut China Selatan. Klaim ini sangat tumpang tindih dengan ZEE Natuna Utara. Klaim dari Tiongkok ini beranggapan wilayah yang disengketakan diperuntukkan sebagai Traditional Fishing Grounds

Sejarah klaim ini diambil dari tahun 1947, dimana Tiongkok sedang dikuasai oleh pemerintahan Chiang Kai Sek dan menetapkan teritorial. Pemerintahan dari Kuomintang menciptakan demarkasi yang disebut Eleven Dash Line. 

Berdasarkan klaim ini, Tiongkok mendapatkan klaim sepihak atas Kepulauan Pratas, hingga Spratly dan Paracel setelah Perang Dunia II. Klaim ini menjadi titik fokus yang stagnan diambil Partai Komunis pada tahun 1949.

mintpressnews.com

Pemerintah Tiongkok merevisi klaim tersebut menjadi Nine Dash Line yang saat ini masih dipergunakan sebagai klaim secara historis. Klaim sembilan garis putus-putus hampir seluas 3 juta kilometer persegi, Indonesia sendiri mengalami dampak hilangnya wilayah perairan kurang lebih seluas 83.000 kilometer persegi atau 30% dari total perairan Indonesia di Natuna.

Putusan konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang tertuang dalam UNCLOS 1982 memutuskan bahwa perairan Natuna adalah Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia. 

Suatu sengketa merupakan dinamika yang wajar dalam sebuah hubungan individu maupun permasalah besar seperti antar negara sekalipun. Tetapi penyelesaian masalah harus diiringi dengan komitmen antar negara agar tetapi terjalin kepentingan yang baik tanpa pergesekan ataupun pemahaman antar perbedaaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline