Catatan : Feri Yanto
Hari Sabtu tanggal 27 Juni 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, rombongan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Takengon bergerak dari sekretariat HMI yang berada di Ujung Gergung, Tan Saril, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah menuju Kampung Seni Antara yang biasa dikenal dengan Kampung Kem, salah satu kampung di Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah, dengan menumpang bus Pemkab Bener Meriah guna melaksanakan rutinitas HMI di bulan suci Ramadhan yang biasa disebut Student Work Camp (SWC).
SWC kali ini merupakan ke empat kalinya saya ikuti, setelah di Jamat pada tahun 2011, Serule tahun 2012, Ketol tahun 2013 bertepatan pada saat tanggap darurat gempa Gayo 2013 dan merupakan waktu paling lama dalam SWC HMI karena sekaligus sebagai relawan tanggap darurat, kemudian tahun 2015 ini baru pertama kali bagi saya SWC di Kabupaten Bener Meriah yaitu di kampung Kem.
Kegiatan seperti ini memang kegiatan yang paling saya sukai, karena disini kesempatan mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di kampus maupun di organisasi, sekaligus bagi saya ini proses belajar mengembangkan diri yang tidak akan didapatkan di kampus-kampus, di lembaga pendidikan manapun, hanya didapatkan disini dikegiatan ini, kalaupun ada yang mirip dengan kegiatan seperti ini di kampus adalah Kuliyah Kerja Nyata (KKN), atau Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) tapi tentu polanya sangat berbeda, karena dalam kegiatan SWC ini kader HMI membentuk tim dan merumuskan kegiatan yang ingin di laksanakan tanpa ada intervensi dari siapapun jadi inilah kesempatan bagi kader HMI menunjukkan kemampuannya dan mengaplikasikannya memadukan antara teori dan praktik.
Tapi sebenarnya bukan itu yang ingin saya ceritakan, saya ingin menceritakan tentang seorang Guru yang unik tapi sangat gigih berjuang untuk kemajuan pendidikan dikampung Kem, masyarakat di Kem juga memanggilnya pak Guru, pak Guru ini tidak pernah bersedih, Ia selalu senang, inilah seorang Guru yang telah berjuang mendirikan sekolah agar anak-anak di kampung Kem dapat merasakan pendidikan hingga saat ini menjadi kepala Sekolah di SDN Seni Antara.
Pak Senang, Guru Unik dan CB Tahun 73.
Namanya Senang, sesuai dengan namanya guru ini memang ceria dan bersemangat sehingga selama kami di kampung Kem guru ini memang membuat kami cukup merasa senang, karena wawasannya yang luas juga humoris, dia seorang Guru yang sangat mengamalkan selogan pendidikan Nasional yang bunyinya “Ingarso Sungtolodo, Ingmadyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani” Yang artinya didepan memberi contoh, ditengah memberi prakarsa dan bekerja sama, dan dibelakang memberi dukungan dan semangat, inilah konsep yang dia terapkan sehingga murid-muridnya mampu berkopetisi di tingkat Kabupaten, Provinsi, dan Nasional meskipun berada di daerah yang terisolir.
Pak Senang memang unik, guru dengan perawakan pendek, hitam manis, dan humoris juga visioner ini sangat mencintai sepeda motornya, Merk Honda CB keluaran tahun 1973, dengan tampilan yang masih orisinil memaikai knalpot racing, sehingga siapa saja akan akan tau apabila dia lewat dengan sepeda motornya, orang-orang di kampung Kem dapat mengenali suara sepeda motornya, terlebih sepeda motor kesayangannya ini tidak boleh dipinjam siapapun, bahkan termasuk anaknya sendiri, bukan berarti pak senang orang yang pelit, akan tetapi pak senang sangat dermawan jika ada yang mau meminjam sepeda motor maka akan diberikan sepeda motor yang lain yang ada di rumahnya, karena CB ini adalah motor kesayangannya dan tidak boleh di pinjam oleh siapapun terkecuali saya, saat saya berada di kampung Kem tersebut, awalnya saya juga tidak berani meminjamnya, tetapi pak Senang menawarkan kepada saya untuk memakai motornya saat melkasanakan kegiatan di sana, jadi saya sangat merasa isitimewa saat itu.
Hingga ketika saat malam saya pergi shalat tarawih dan safari Ramadhan ke menasah dusun yang agak jauh mengendarai motor CBnya saya sempat di kira pak guru yang melintas dalam kegelapan, saya sempat di sapa sama masyarakat, "Male Kusi pak?" dalam bahasa gayo yang artinya "Mau kemana Pak?". sambil lewat saya menjawab mau ke menasah pak, dengan saya menjawab orang tau kalo yang lewat bukan pak Guru tapi kader HMI.
SD dari berdiri hingga Negri dan Konflik.
SD seni Antara didirkan pada tanggal 19 Juli 1993 dengan nama SDS Buntul Sara Ine, ketika itu tenaga pendidiknya yaitu, pak Senang tamatan SPG, bu Salawati (istri pak Senang) tamatan SPG, M. Isa Guru Agama tamatan PGA, Reduansyah tamatan SPG, Alfisahrin tamatan SMA sebagai PJS, dan Nuraini sebagai kepala Sekolah. Pada awalnya SD Seni Antara berdiri bangunan fisiknya masih sangat menyedihkan, bangunan berlantaikan langsung dengan tanah dan beratapkan daun kayu Boro, sehingga apabila saat hujan para siswa terkena hujan, pada saat itu muridnya berjumlah 84 Siswa.