Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Gencatan Senjata Palestina-Israel Penting, tapi Rentan?

Diperbarui: 22 Januari 2025   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gencatan Senjata Palestina Israel 2025 (CNN Indonesia)

Lead Article
Pada tanggal 19 januari 2025 pemerintah Palestina dan Israel resmi melakukan gencatan senjata untuk mengakhiri peperangan yang telah terjadi berapa puluh tahun lamanya. Gencatan senjata ini mengakhiri jumlah korban jiwa yang tidak terhitung banyaknya diantara kedua pihak, lebih dari 46.00 warga Palestina tewas dalam konflik baru-baru ini, dari sekitar 2,3 juta jiwa. Konflik ini sudah menyebabkan kerusakan dengan skala besar di kedua belah pihak, terutama Palestina hanya menyisakan beberapa wilayah kecil yaitu Rafah dan West bank. Serangan yang tak pandang bulu terhadap warga sipil, menghancurkan infrastruktur vital, dan penutupan akses bantuan kemanusiaan telah menyebabkan situasi semakin genting (Reuters, 2025). 

Context

Konflik Palestina-Israel memiliki akar sejarah panjang yang bermula sejak awal abad ke-20. Setelah kekalahan Kesultanan Ottoman dalam Perang Dunia I, wilayah Palestina berada di bawah kendali Inggris melalui mandat Liga Bangsa-Bangsa. Pada tahun 1917, Deklarasi Balfour secara resmi menyatakan dukungan Inggris terhadap pendirian "rumah nasional" bagi orang Yahudi di Palestina. Kebijakan ini memicu gelombang migrasi besar-besaran Yahudi dari berbagai penjuru dunia, yang semakin meningkatkan ketegangan antara komunitas Yahudi dan Arab Palestina.Ketika mandat Inggris berakhir, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengusulkan Resolusi 181 pada tahun 1947 untuk membagi Palestina menjadi dua negara---satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab. Namun, rencana ini ditolak oleh bangsa Arab Palestina, yang memandangnya sebagai bentuk ketidakadilan. Penolakan tersebut memicu perang pertama Arab-Israel pada 1948, yang dimenangkan oleh Israel. Kemenangan ini mengakibatkan pendirian negara Israel dan pengungsian besar-besaran rakyat Palestina, menciptakan apa yang dikenal sebagai "Nakba" atau malapetaka. Sejak saat itu, konflik ini terus berkembang, diperparah oleh blokade, pembangunan permukiman ilegal, dan tindakan militer yang tidak proporsional. Gaza, sebagai salah satu wilayah paling padat penduduk di dunia, telah menjadi pusat penderitaan, dengan blokade berkepanjangan yang membatasi akses terhadap kebutuhan dasar (Islamiati & Rijal, 2022, 2).

Perjanjian Oslo (Wiki Pedia)

Sebenarnya gencatan senjata yang dilakukan sekarang, sudah ada beberapa kali usaha atau perjanjian yang telah dilakukan oleh pihak Israel dengan Palestina seperti perjanjian Oslo. Perjanjian Oslo merupakan deklarasi yang mengatur diantara kedua belah pihak antara Israel dan juga Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) untuk membentuk pemerintahan masing-masing dan pihak Palestina harus mengakui keberadaan Israel yang diselenggarakan di White House pada 13 September 1993. Kemudian pada tahun 1996 perjanjian yang memberikan rasa nyaman sementara ini pun gugur. Hal ini dikarenakan terbunuhnya Rabin seorang Presiden Israel kalah itu oleh seorang Israel yang bernama Yigal Amir. kekosongan kekuasaan ini membuat Benjamin Netanyahu menaiki kursi sebagai Presiden Israel menggantikan Rabin. Netanyahu memiliki ambisi untuk memperkuat posisi Israel di atas Palestina kemudian melanggar perjanjian Oslo yang menyebabkan batalnya perjanjian tersebut (Office of The Historian, n.d.).

Argument

Gencatan senjata yang baru saja disepakati memberikan secercah harapan untuk meredakan ketegangan. Namun, penting untuk menilai kesepakatan ini dengan skeptis, mengingat rekam jejak sejarah yang menunjukkan pelanggaran konsisten terhadap perjanjian serupa. Perjanjian Oslo yang sebelumnya dibahas, menandai tonggak penting dalam upaya perdamaian dengan membentuk Otoritas Palestina dan menetapkan pengaturan pembagian wilayah. Sayangnya, harapan yang ditanamkan dalam perjanjian tersebut pupus akibat pelanggaran berulang oleh Israel, termasuk pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat. Perubahan rezim di Israel dan Amerika Serikat turut memperburuk situasi, dengan kebijakan yang sering kali bertentangan dengan semangat perdamaian.

Selain itu, ketidakseimbangan kekuasaan antara kedua belah pihak menjadi kendala utama dalam implementasi gencatan senjata. Israel, dengan kekuatan militernya yang jauh lebih superior, sering kali memanfaatkan gencatan senjata untuk memperkuat posisinya, sementara rakyat Palestina tetap berada dalam kondisi tertekan tanpa akses keadilan.

Counterargument

Namun demikian, gencatan senjata tidak sepenuhnya sia-sia. Dalam banyak kasus, gencatan senjata berhasil menciptakan ruang sementara bagi bantuan kemanusiaan untuk masuk ke daerah konflik. Langkah ini menjadi sangat penting dalam merespons krisis kemanusiaan yang berkembang, termasuk memberikan akses kepada warga sipil yang terluka untuk mendapatkan perawatan medis dan mendistribusikan bantuan pangan kepada mereka yang membutuhkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline