Para prajurit penjaga perbatasan negara di Pulau Miangas yang berbatasan dengan Philipina sering mengalami kelaparan, bukan karena berasnya habis sebelum waktunya oleh prajurit yang porsi makannya besar atau kehabisan perbekalan karena kecilnya ULP.
Bulan Januari 2006 yang lalu para prajurit pernjaga perbatasan ini kelaparan karena memang stocknya sudah habis. Beras yang dibawanya untuk perbekalan 1 bulan sudah habis, karena ternyata lebih dari 1 bulan mereka berada di Pos perbatasan negara ini. Kapal penumpang milik Pelni KM.Sangiang yang melayani rute Bitung – Miangas yang ditunggunya tidak juga datang karena sedang dok di pelabuhan Tanjung priok, Jakarta. Sementara kapal perintis yang biasa digunakan, KM. Berkat Taloda dan KM. Darakinusa belum juga berlayar dan tetap bersandar di Pelabuhan Bitung mengikuti tender trayek yang biasa dilakukan setiap awal tahun.
Beruntung para prajurit perbatasan negara ini karena ada rombongan Telkom dan TNI-AD dari Korem 131/Santiago yang menginap di Koramil yang numpang memasak didapur yang sama di belakang Pos TNI-AD karena pada saat rombongan Telkom ini juga kehabisan stock beras, Kepala Desa (Apitalau) Miangas D.J.Namare datang membawa sekarung beras ke Koramil Miangas.
Pertengahan bulan Pebruari 2006, ombak laut masih juga tinggi badai kerap terjadi di Pulau yang kecil dan terpencil di paling utara Indonesia ini membuat suasana sepi dan mencekam. Tidak terlihat orang di dermaga yang biasanya dipakai arena memancing, tidak terlihat perahu-perahu nelayan di sekitar tanjung wora yang biasanya berlama-lama memancing ikan dan sotong. Laut tidak lagi ramah, membuat masyarakat miangas berdiam diri didalam rumah. Tidak ada hiburan, karena listrik pada siang hari belum mengalir, kecuali mereka yang memiliki genset.
Badai di Miangas membuat hari-hari pertama di Pulau Miangas di pertengahan bulan Februari 2006 kelaparan, Martin yang biasa kami ajak untuk teman selama perjalanan dan membantu memasak selama di Pulau Miangas tidak ikut serta karena sedang mengikuti test PNS di Tahuna..
Beruntung ada Maria Putri kepala adat Miangas (Mangkubumi) datang ke Koramil Miangas disaat kami sedang mengganti LNB yang rusak pada dish VSAT dan membantu kami memasak nasi, mie instan dirumahnya serta membawa thermos untuk membuat teh dan kopi. Maria datang untuk melihat foto-fotonya yang belum sempat dilihatnya menjelang keberangkatan kami dari Miangas diakhir Januari 2006 yang lalu.
Keesokan harinya makan siang yang dibuat Sus Vina Kakak kandung Sersan David Mangisong hanya menyajikan sayur daun ketela yang agak licin terasa dilidah. Tidak ada ikan saat itu, karena tidak ada nelayan yang berani melaut untuk memancing ikan saat angin kencang dan ombak yang tinggi.
Rasa lapar semakin melilit karena selera sudah hilang melihat masakan sus Vina dari sayur ketela ke sayur pepaya membuat Arnold Moot dan beberapa prajurit TNI-AD memaksakan diri memancing ikan di dermaga Miangas pada malam hari ditengah hembusan angin yang kuat dan ombak yang tinggi. Di kegelapan malam ditengah gemuruhnya ombak hingga lampu-lampu penerangan kecil di Pulau Miangas padam tak jua mendapatkan ikan yang diharapkan.
Sementara Wayan Sunarya dan Bang Yos pergi ke pantai Pos TNI-AL berharap nelayan yang pulang melaut tengah malam membawa ikan hasil pancingannya dan bisa dibeli. Sungguh sayang, mereka hanya sedikit mendapat ikan yang hanya cukup untuk keluarganya sendiri.
Suasana sunyi dan mencekam ditengah badai yang melanda miangas semakin bertambah ketika salah seorang tetua kampung, guru Sekolah Dasar Negeri Miangas M.Lalonsang meninggal dunia. Diiringi lantunan lagu-lagu gerejani dan pengantar siswa-siswa berseragam merah putih yang menyanyikan hymne guru, “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, M.Lalongsang dimakamkan dipinggir rumahnya ditengah badai yang sedang melanda pulau Miangas. Selamat Jalan Guru kami tercinta...
Pagi hari Arnold Moot sudah pergi ke dermaga untuk memancing, kali ini sotong yang menjadi sasarannya yang akan digunakan sebagai umpan.