Pernahkah Anda bertanya-tanya apakah kisah-kisah Walisongo itu nyata atau hanya legenda belaka? Di dunia modern ini, ada sekelompok orang yang mempertanyakan keberadaan mereka atau setidaknya meragukan kehadiran mereka dalam catatan sejarah.
Bagaimana kita bisa percaya pada cerita-cerita individu yang bias bertahan hidup selama bertahun-tahun tanpa makanan atau minuman, punya kemampuan terbang dan melayang-layang, atau melakukan penyembuhan luar biasa dengan alat sederhana? Narasi-narasi ini tampak tidak masuk akal dan melawan akal ilmiah. Namun, mengapa cerita-cerita ini masih memiliki kebenaran bagi sebagian orang?
Menariknya juga, bahkan ada ensiklopedia Islam yang sama sekali tidak menyebutkan Walisongo. Ketidakhadiran ini menunjukkan keraguan yang jelas dari editor terkait keberadaan Walisongo.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi keberadaan dan realitas Walisongo. Mari kita menghadapi topik ini dengan jujur dan pola pikir yang lebih ilmiah. Jika kita memeriksa cerita-cerita yang terkait dengan Walisongo secara objektif, kita harus mengakui bahwa mereka sangat tidak mungkin, jika bukan fiksi belaka.
Bahkan lukisan-lukisan populer yang terkait dengan Walisongo tidak dibuat pada masa mereka dan merupakan karya seniman kontemporer yang identitasnya tidak diketahui. Narasi-narasi dan karya seni ini jelas-jelas adalah hoaks.
Aspek lain yang perlu dipertimbangkan adalah ketidaksesuaian jumlah Walisongo. Meskipun mereka sering disebut sembilan, itu tidak akurat. Istilah "Wali" merujuk kepada banyak individu.
Jika memang mereka ada, Walisongo adalah upaya dari orang-orang di masa lalu untuk menghubungkan para penyebar ajaran Islam dengan konsep "Wali," sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Ibn Arabi yang menyebutkan sembilan jenis Wali.
Namun, tidak mungkin mengklaim bahwa ada tepat sembilan dari mereka. Selain itu, cerita-cerita yang menyebutkan bahwa khalifah atau kesultanan Turki mendirikan dewan sembilan penceramah yang menyebar ke seluruh dunia juga tidak berdasar.
Kepercayaan dari referensi yang digunakan untuk mendukung keberadaan Walisongo ini diragukan. Misalnya, klaim bahwa organisasi Walisongo di Indonesia didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim dan dirujuk dalam karya Ibn Battuta yang berjudul "Kanzulhum" adalah tanpa dasar. Meskipun Ibn Battuta adalah tokoh sejarah yang nyata, ia tidak pernah menulis buku dengan judul tersebut.
Demikian pula, cerita-cerita mengenai para sunan, yang diyakini memiliki kemampuan supernatural dan melakukan perjalanan ajaib, kurang memiliki nilai historis.